PondokPesantren Terbaik - "Ilmu agama dapat, Pondok Pesantren Al-Hikmah Ngadipurwo Blora berdiri pada tahun 1988 oleh KH. Moch. Najib Suyuthi. Pesantren yang semula hanya musholla 3 kamar dengan nama Al-Hikmah. Selain pelajaran umum dan agama, di Pesantren Annur2 ini juga ada program khusus untuk Tahfidz Alquran. 31. Pondok Sepintas, dunia diplomasi dan dunia pesantren seolah merupakan dua dunia yang berbeda. Hampir tak terbayangkan bahwa dua dunia itu ternyata bisa bertaut dan menyatu. Namun demikianlah yang terjadi. Kesempatan langka ini terwujud berkat kegiatan diklat Sekolah Staf Dinas Luar Negeri Kementerian Luar Negeri, yang mana total sejumlah 36 orang peserta diterjunkan ke lingkungan Pesantren Gontor yang namanya telah tersohor. Sebanyak 18 orang diplomat muda laki-laki ditempatkan mengajar mengenai diplomasi dan isu-isu internasional di pondok Gontor khusus laki-laki yang terletak di Ponorogo, sekaligus lokasi dari kampus pusat Universitas Darussalam UNIDA Gontor. Sedangkan kami, 18 orang diplomat muda perempuan, ditugaskan dengan mandat serupa di pondok pesantren khusus putri Gontor, Mantingan, Ngawi. Saya adalah salah satu dari Ngawi terletak 2 jam perjalanan berkendara dari kota Solo. Setibanya di sana, kesan pertama yang sangat terasa adalah panas terik mataharinya yang sangat menyengat. Namun panasnya udara saat itu perlahan berganti dengan hembusan kedamaian ketika memasuki gerbang Pondok Gontor. Saat itu hari Jumat, dan pondok ramai dengan kunjungan para orang tua yang merindukan anak-anaknya yang sedang berjuang menuntut ilmu di pondok modern itu. Beberapa gazebo hijau yang berjajar dan gelaran tikar orang-orang di depan pintu gerbang, menampilkan raut bahagia orang-orang yang berbagi rasa setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan lamanya tidak bertemu. Pertemuan santriwati dengan keluarganya. Foto Din banyak hal yang dapat dipelajari dari kegiatan tinggal dan mengajar di pondok ini. Namun beberapa hal yang paling menonjol untuk dipelajari bagi kebanyakan orang dewasa seperti saya dan rekan-rekan atau bahkan masyarakat luas, antara lain kesederhanaan, keikhlasan, kerukunan, kedisiplinan dan semangat belajar yang tinggi. Kesederhanaan mungkin bukan hal yang sulit bagi banyak orang di negara berkembang seperti Indonesia, namun bagi sebagian kalangan, kesederhanaan barangkali justru bisa juga menjadi tantangan yang sangat menarik bagi sebagian orang. Banyak orang apalagi kaum muda telah terbiasa atau dibiasakan dengan penggunaan berbagai teknologi misalnya. Namun, teman-teman santriwati di pondok gontor harus terbiasa dengan kesederhanaan dimana ada pelarangan penggunaan telepon seluler, tidak hanya itu tapi juga pembatasan jumlah pakaian, dan hal lainnya. Mungkin ada banyak pro-kontra tentang pembatasan ini, karena saat ini telepon seluler dapat menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan, namun di sisi lain, keberadaan telepon seluler dipandang juga memiliki mudharat apalagi jika digunakan oleh santriwati yang kesehariannya memiliki serangkaian kegiatan. Pembatasan pakaian antara lain ditujukan juga untuk pembiasaan santriwati mengurus diri sendiri, mengelola waktu dan tenaga untuk mencuci pakaiannya. Dengan terbiasa dengan kesederhanaan, mereka akan lebih mudah beradaptasi dengan kondisi seperti apapun. Kesederhanaan juga dapat meningkatkan semangat mereka untuk berjuang menjadi lebih baik. Bicara keikhlasan, tentu diperlukan para santriwati mengingat mereka tinggal dengan berbagai macam orang dengan latar belakangnya, sifat dan kebiasaan masing-masing. Ikhlas memahami orang lain, ikhlas beribadah, ikhlas melaksanakan tugas yang dibebankan, antara lain beberapa hal yang ditanamkan dalam benak para hanya para santriwati, para pengajar pun ternyata juga memiliki jiwa keikhlasan yang tinggi, ingin berbagi ilmu mengabdi sekaligus mendapatkan ridho dan barokah dari Yang Maha Kuasa tanpa perhitungan gaji tetap, berbeda dari sistem penggajian guru-guru di sekolah lain pada umumnya. Pondok pesantren merupakan salah satu ciri khas pendidikan di Indonesia, yang tidak diperoleh di negara lain. Banyaknya para santriwati dari berbagai suku dari berbagai daerah, serta perbedaan karakter mengajarkan bagaimana mereka dapat hidup bersama dengan rukun. Dalam pengaturan penempatan tinggal di asrama yang tiap ruangannya memuat sekitar 25 orang, diupayakan agar terdiri dari berbagai suku. Tidak hanya dari berbagai daerah di Indonesia, pondok Gontor seringkali dikunjungi oleh para santri dari beberapa negara tetangga. Seperti Malaysia, Thailand. Pada hari pertama kunjungan kami berkesempatan bertemu dengan sekitar 20 orang santriwati asal Malaysia yang baru saja mulai mondok hingga awal bulan Ramadhan nanti. Bersama para santriwati dari Malaysia setelah kegiatan kuliah subuh. Foto Muhsinin dengan para mahasiswi Universitas Darussalam yang telah mengenyam pendidikan di pondok Gontor sejak lulus SD, beberapa orang menyampaikan “Pondok ini seperti rumah kedua bagi saya, lingkungan yang penuh persaudaraan membuat saya sangat betah tinggal disini”. Menjawab penasaran saya mengenai adanya orang-orang yang melarikan diri, para santriwati tidak menafikan adanya fakta tersebut, namun mereka menyampaikan adanya sebagian banyak yang ingin kembali karena rasa persaudaraan yang melekat. Kedisiplinan dan Semangat Belajar“Jika anda ingin beribadah sebanyak-banyaknya datanglah ke Mekkah. Jika anda ingin ilmu sebanyak-banyaknya datanglah ke Mesir. Jika anda ingin pendidikan sebanyak-banyaknya datanglah ke Gontor,” kalimat ini terpampang pada spanduk-spanduk di halaman pondok. Tidak salah, karena pondok modern Gontor memiliki berbagai mata pelajaran, baik terkait ilmu agama meliputi pemahaman tafsir, hadits, hingga hafalan Al Quran, maupun berbagai ilmu lainnya meliputi geografi, biologi dan berhitung. Pendidikan Bahasa Arab dan Bahasa Inggris juga terlihat menonjol, dan dua bahasa asing ini wajib diterapkan sehari-hari dalam kegiatan mengajar maupun dalam percakapan antar santriwati. Bisa dibayangkan kan kelancaran bahasa asing mereka? Bahasa Indonesia hanya dapat digunakan oleh para santriwati yang baru masuk sebelum mereka mendapatkan pendidikan bahasa asing di pondok. Kedisiplinan tentunya juga menjadi ciri kehidupan di pondok pesantren yang harus dibiasakan oleh para santriwati dalam menaati peraturan. Sekalinya mereka melanggar, maka harus berhadapan dengan sanksi yang diterapkan, seperti menghafalkan ayat Al Quran sambil berdiri ketika datang terlambat. Persiapan ujian, para santriwati belajar dimanapun. Foto mereka belajar sangat terasa saat saya tinggal di pondok karena sedang masa ujian. Pemandangan anak-anak santriwati sedang belajar terlihat di sekeliling pondok. Mahasiswi lainnya, Din Rusyda Arini, menyampaikan kepada kami yang ingin tahu alasannya betah mengenyam pendidikan di Gontor selama 12 tahun, “Bagi saya pribadi, karena pondok selalu memberikan dan memfasilitasi kegiatan yang mengandung banyak pembelajaran, sehingga kami selalu haus untuk mendapatkan yang lebih banyak lagi dan lagi”.Mahasiswi jenjang universitas mempelajari simulasi sidang negosiasi multilateral PBB dari para Diplomat muda. Foto percakapan dengan para diplomat muda, tidak sedikit bahkan yang menunjukkan minatnya untuk melanjutkan studinya kelak di luar negeri untuk memperdalam ilmu kedokteran, ilmu teknik, atau lainnya, ada juga yang menyatakan ketertarikannya menjadi diplomat setelah lulus dari jenjang kuliah. Semangat belajar mereka menumbuhkan harapan akan masa depan Indonesia yang berada di tangan para generasi muda milenial terkini. Semoga mereka kelak menjadi pembangun bangsa yang berwawasan luas, bijaksana dan bermartabat.

APAYANG DIDAPATWaktu belajar 3 tahunTidak ada kewajiban pengabdianHafal Al Qur'an 30 Juz Bersanad *Hafal dan faham matan Tuhfatul Athfal Bersanad *Hafal dan faham Matan Al Jazariyah Bersanad *Memahami dan mengamalkan dasar Pondasi Ilmu Aqama (Manhaj, Aqidah, Fiqih, Adab, Akhlak, dll)Berijazah pondok pesantren dan kesetaraan SMP (Kesetaraan B) dan SMA (Kesetaraan C) ***) Jika menuhi

Pesantren merupakan warisan penyangga penting tradisi muslim Jawa yang sampai hari ini masih terus eksis dan berkembang, meskipun di sana sini terdapat pesantren yang awalnya dikenal besar dan mati, tetapi juga ada pesantren baru yang dibuat. Pesantren di kalangan Islam Jawa ini banyak menyumbangkan kader santri dan masyarakat yang memengaruhi terhadap kondisi kultural bangsa Indonesia. Kontribusi itu berhubungan dengan nilai-nilai, pola pemahaman, dan keilmuan turats yang dikembangkan pesantren, yang kemudian meresap dan menjadi pendorong dalam sikap dan mewujud dalam perilaku di tengah-tengah masyarakat; pada saat yang sama tetap melestarikan tradisi Jawa; dan menjadi pelestarian komunikasi dengan bahasa Jawa. Satu hal penting yang dilihat dalam tulisan ini adalah dimensi ijazahan amalan wirid-ilmu hikmah di pesantren, sebagai khazanah pesantren yang jarang dilihat. KBBI tidak memiliki definisi dari kata ilmu hikmah ini, meskipun mendefnisikan kata ilmu “pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala di bidang pengetahuan; pengetahuan atau kepandaian tentang soal duniawi, akhirat, lahir, batin dan sebagiannya.” Rangkaian dari kata ilmu ini, berjumlah tidak kurang dari 129 kata, misalnya ilmu administrasi, ilmu batin, ilmu tauhid, dan lain-lain, tetapi tidak ada yang digandeng dengan kata hikmah. 10 Kettlebell Exercises For Everyone Fitness MyFitnessPal where to buy anabolic steroids online fitness-2 Ilmu hikmah adalah ilmu yang diperoleh dari menjalankan berbagai amalan wirid-wirid dan riyadhoh, dengan menjadikan Alloh sebagai sandaran, sehingga mampu merasakan efek-efek dari amalan-amalan itu, dan merasakan ada khowash-khowash di dalamnya melalui marifat batin. Karena level marifat batin berbeda-beda dan bertingkat-tingkat, penguasaan terhadap ilmu hikmah berbeda sesuai dengan tingkat pencapaian yang diperoleh sang pengamal dan anugerah yang diberikan Alloh; yang perwujudannya bisa berupa pengobatan, ahli ilmu-ilmu syariat, ahli penumbalan, ahli menggerakkan masyarakat, dan sejenisnya. Tradisi ilmu ilmu amalan hikmah-tarekat di tengah kalangan pesantren di Jawa, dilihat dari sudut apa saja amalan-amalan ijazahan wirid-ilmu hikmah dan tarekat, dan dimana sumber-sumber pengambilan ijazahnya; kitab-kitab apa saja yang dirujuk di kalangan pesantren dalam soal ilmu hikmah; mengapa pengamalan ijazahan amalan wirid-ilmu hikmah dan tarekat ini diperlukan seorang guru di pesantren; dan apa makna pentingnya ijazahan amalan wirid-ilmu hikmah dan tarekat bagi pesantren dan masyarakat pada zaman sekarang? Ijazahan Amalan Wirid-Ilmu Hikmah dan Tarekat di Pesantren Amalan-amalan wirid yang dijalankan di pesantren, berbeda-beda di antara mereka, sejalan dengan perbedaan jenis amalan yang dimiliki oleh kyai yang mengasuhnya, atau amalan pendiri pesantren yang terus menerus disambungkan, dalam tiga bentuk 1 amalan yang dikhususkan untuk pribadi santri dan masyarakat, diminta ijazah amalan atau karena diberi langsung oleh sang kyai; 2 amalan wirid kolektif santri-santri di hari-hari tertentu yang dijalankan secara langgeng; dan 3 amalan kolektif masyarakat sebagai perluasan dari jangkauan pengaruh kyai di luar pesantren, di tengah masyarakat di luar pesantren. Amalan Khusus untuk Murid Amalan seperti ini adalah untuk pribadi seseorang peminta amalan, yang amalan ini dimiliki seorang kyai dan telah menjadi wirid di dalam kehidupannya. Amalan jenis ini, ditentukan jumlah bilangan yang harus diwiridkan, waktu bacaan apakah setiap shalat maktubah, setiap hari sekali, dan lain-lain, jenis bacaan, dibaca dan cara mewiridkannya. Amalan ini diberikan lewat dua cara 1 kyai diminta oleh santri-murid tertentu atau masyarakat tertentu, kemudian kyai memberikan amalan wirid disesuaikan dengan tingkatan orang yang meminta dan jenis kebutuhannya, termasuk dosisnya; 2 kyai memberikan kepada orang tertentu yang dipilihnya, atau diberikan kepada mereka yang dianggap penting dari orang-orang yang dekat dengannya untuk meneruskan dan menjaga wirid yang telah diamalkannya. Sebagai contoh, KH. Achmad Shidiq memiliki amalan mewiridkan surat al-Fatihah selama 100 x dalam sehari, yang diteruskan oleh anak cucu dan murid-muridnya. Sebagian masyarakat memperoleh ijazah amalan ini dari jalur keturunan KH. Achmad Shidiq. Amalan ini, ihda fatihah-nya kepada Kanjeng Nabi Muhammad, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, Hujjatul Islam Abu Hamid al-Ghazali, dan al-Imam Abdullah bin Alwi al-Haddad; lalu ditambah beberapa guru, yaitu KH. Abdul Hamid Kajoran, KH. Mundzir Mangunsari, dan KH. Dalhar Watucongol, dan Mbah Abdul Hamid Pasuruan; setelah itu Gus Miek KH. Hamim Thohari Jazuli, KH. Achmad Shidiq, shohibul ijazah, dan kepada keluarga pengamal, dan kaum muslimin. Bagi sang pengamal, lebih diutamakan sebelum mengamalkan, harus menjalani wirid Dzikrul Ghafilin selama 40 hari. Jenis lain dari ijazahan amalan seperti ini, contohnya seorang pengasuh pesantren mendawamkan melanggengkan wirid laqad ja’akum rasulun min anfusikum sampai akhir ayat, setelah selesai shalat maghrib selama 7 x setiap hari. Amalan wirid ini, dilakukan KH. Abdul Wahab Hasbulloh, yang diijazahkan kepada salah seorang anaknya, dan kemudian ada yang meminta ijazah untuk diwiridkan setiap hari. Ada juga seorang kyai pesantren yang mendawamkan wirid tarekat, dan dia memberikan amalan tarekat itu, untuk beberapa muridnya dan masyarakat yang meminta baiat kepadanya. Pesantren-pesantren lain, dan kyai-kyai lain juga memiliki amalan-amalan yang diwiridkan, yang bermakna dilanggengkan setiap hari, waktu tertentu, dengan jumlah bilangan tertentu. Amalan-amalan yang dilakukan kyai dan diijazahkan itu, dibedakan menjadi dua Pertama, amalan wirid ijazahan tarekat, dan kedua, amalan-amalan ijazahan non-tarekat. Pengertian tarekat di sini adalah wirid yang dilakukan di kalangan ordo sufi, diajarkan oleh guru mursyid, sesuai dengan tradisi di dalam tarekatnya. Tarekat Syathariyah, dalam sebagian sanad yang saya kenal, misalnya memudawamahkan wirid kalimah tahlil la ilaha illallah sampai pada kalimah Hu HUWA, dengan jumlah 100 x setelah ba’dha shalat isya dan shubuh. Di luar itu, setiap pengamalnya harus bisa meningkatkan pelanggengan dzikir dengan meningkatkan dosis sampai x, dan begitu terus menerus diulang-ulang ketika mencapai angka pengamalan dzikir tahlil x itu. Amalan-amalan wirid yang diijazahkan itu, biasanya diberikan setelah sang guru ditemui oleh pemohon ijazahan, dengan mengemukakan maksud dan persoalan-persoalan yang dihadapinya ada yang mengeluh keluarganya terus menerus mengalami sakit yang beruntun; ada yang terkena ilmu-ilmu ghaib atau gangguan jin; ada yang karena menanggung hutang begitu banyak; ada yang ingin pergi merantau dalam waktu yang panjang; dan lain-lain maksud. Jenis amalan yang diberikan sang kyai kepada pemohon, berbeda-beda sesuai dengan tingkatan dan maksud yang meminta; dan juga tergantung amalan wirid yang dimiliki seorang kyai. Amalan Kolektif di Pesantren Amalan ini untuk umum-kolektif yang harus dijalankan khusus di pesantren sebagai bagian dari wirid yang dijalankan oleh para santri. Guru atau pengasuh pesantren biasanya memperoleh amalan ini dari gurunya, lalu diteruskan di pesantrennya. Di antara jenis ini, sebagian pesantren mengamalkan wirid Ratib al-Haddad dan beberapa ratib lain. Penulis menemukan berbagai koleksi dan jenis wirid ini dilakukan di berbagai pesantren, hampir merata dari Jawa Timur sampai Banten, tetapi tentu saja tidak untuk seluruh pesantren. Meski Ratib al-Haddad ini disusun oleh al-Habib Abdullloh bin Alwi al-Haddad sebagai bagian dari wirid di kalangan tarekat Alawiyah dengan baiat dan ditambah wirid-wirid lain, tetapi untuk keperluan wirid, yang telah dipraktikkan tidak mesti berhubungan dengan pembaitan tarekat Alawiyah, tetapi cukup ijazahan yang diberikan guru, dan tidak ditambah dengan wirid-wirid lain yang ada di kalangan tarekat Alawiyah. Di antara jenis lain wirid ini, adalah sholawatan dan maulid, pembacaan burdah, pembacaan al-Barzanji, dan tahlil. Tradisi pembacaan sholawatan dan pembacaan Maulid Shimtuddurar sekarang berkembang pesat, bukan hanya di pesantren-pesantren di kalangan Islam Jawa, tetapi juga sampai ke belahan dunia Islam. Khazanah Maulid Shimtuddurar, yang pusat ijazahannya, di antaranya dari habib Anis di Solo, dan banyak kyai mengambil ijazahan dari Habib Anis ini. Menurut salah seorang pengasuh pesantren di Jawa Timur yang memiliki sanad dari Habib Anis yang ikut menyebarkan pembacaan Maulid Shimthuddurar ini, mengatakan kepada saya “Kitab ini disusun dengan dibimbing oleh Nabi Muhamamd Saw, untuk menyempurnakan tradisi yang sudah ada sebelumnya…” Maksud tradisi yang ada sebelumnya adalah pembacaan sholawat dan kitab maulid yang ada di kumpulan Maulid ad-Daiba`i dan Maulid Syarful Anam, yang telah beredar secara luas dan merata di kalangan masyarakat Islam Jawa. Saya pun bertanya, maksud penyempurnaan itu, dia menjawab “Dalam kumpulan Maulid ad-Daiba’i dan Maulud Syarful Anam, di kitab kumpulan itu juga terdapat syiir-syiir yang tidak dikenali lagi siapa pengarangnya, tentang pujian-pujian kepada Kanjeng Nabi Muhammad itu.” Dalam konteks ini, Maulid Shimtuddurar jelas pengarangnya, yaitu Habib Ali bin Muhammad al-Habsy. Ihda Fatihah dan keperluan memperoleh kerberkahan dari sang pengarang dan bersambungnya sanad, yang menurut ceritanya, penyusunanan kitab itu langsung dibimbing Kanjeng Nabi Muhammad, menjadikan kumpulan Maulid Simthuddurar lebih mantab dan meyakinkan bagi sang kyai untuk diamalkan sebagai wirid Maulid. Amalan Jama`i di Masyarakat Amalan di pesantren atau amalan dari kyai tertentu yang kemudian dikembangkan di majlis-majlis pengajian, majlis shalawatan, dan majlis dzikir, melampaui lokalitas di pesantren sang kyai. Hal ini bisa terjadi, karena fungsi kyai di pesantren sebagai pendidik, selalu tidak terlepas dari fungsi sebagai orang yang dipandang sebagai “guru” di masyarakat, dan karenanya tidak jarang sang kyai atau pengasuh pesantren diminta untuk mengisi pengajian, majlis taklim, dan majlis dzikir; dan fungsi ta’lim di masyarakat sebagai bagian dari pengabdian seorang kyai untuk menyempurnakan kehidupan tauhidnya. Dari jenis ini, lalu lahir gerakan-gerakan majlis dzikir, seperti Dzikril Ghafilin, Dzikir Sholawat Wahidiyah, pengajian Ratib al-Haddad, manaqib Syaikh Abdul Qadir al-Jilani, Ratib al-Kubro, dan banyak lagi yang lain di tengah-tengah masyarakat umum. Amalan jama`i ini, biasanya mengambil hari-hari tertentu dalam sebulan sekali, atau selapanan sekali. Mereka yang mengamalkan dzikir jama`i ini, cukup sebulan sekali membacanya, atau setiap selapanan. Akan tetapi juga ada, di antara pengamal sebulan sekali ini di dalam jama`i, tetapi diamalkan setiap hari untuk amalan fardi. Seperti pengajian rutinan Ratib al-Haddad sebulan sekali, dan pada saat yang sama, oleh pengamal tertentu diamalkan untuk diri pribadi setiap hari berdasarkan ijazah dari seorang guru. Sebagian Pusat Mengambil Ijazah Beberapa Jenis Amalan Beberapa jenis amalan untuk pribadi murid atau masyarakat yang meminta, mencakup amalan-amalan yang berefek, untuk kelancaran rizki dan hidup istiqomah, pengobatan dan gangguan setan-jin, agar kuat berkiprah dimasyarakat dan disenangi keluarga-masyarakat, pertahanan diri dari serangan musuh, menghilangkan putus asa dan kebingungan, agar hajatnya terkabul, dan lain-lain, dengan disandarkan kepada Alloh. Di antara jenis-jenis wirid ini di antaranya ayat-ayat hifzhi, ayat-ayat syifa’, doa nur buat, wirid hasbunalloh wani’mal wakil, wirid surat al-Fatihah, amalan Yasin Fadhilah, amalan Sholawat Nariyah, wirid tahlil, wirid tarekat, wirid asmaul husna, hizib-hizib, ratib, dan lain-lain. Amalan 100 x Al-Fatihah Amalan wirid 100 x surat Al-Fatihah, di antara pusatnya sekarang ini dikembangkan oleh para penganut Dzikrul Ghafilin, peninggalan Gus Miek dan KH. Achmad Shidiq, sehingga ijazahnya mengambil dari dua syaikh ini. Amalan ini juga dikenal sebagai amalan yang diambil dari beberapa kyai ternama, yang kemudian disebut dalam ijazah wasilah surat al-Fatihah di kalangan Dzikrul Ghafilin, yaitu KH. Abdul Hamid Pasuruan, KH. Abdul Hamid Kajoran, KH. Dalhar Watucongol, dan KH. Mundzir Mangunsari. Dalam tradisi Dzikrul Ghafilin, wirid surat Al-Fatihah ini bisa dicicil setiap selesai sholat, dan disebutkan dalam buku kecil Dzikrul Ghafilin, wirid ini diamalkan oleh Imam al-Ghazali. Sebagian kyai juga mengamalkan dzikir ini, ada yang berjumlah 41 x, dan di antara yang mengamalkan ini, salah satu pusatnya di Geger Menjangan, Purworejo di kalangan keluarga penerus Mbah Imam Puro. Kyai-kyai di Jawa juga banyak mengamalkan witid surat Al-Fatihah ini, bahkan ada yang 500 x, dan juga 1000 x. Beberapa orang yang mimpi dengan Gus Dur, yang penulis temui, juga mengakui diminta mengamalkan wirid surat Al-Fatihah 100 x. Amalan Sholawat Nariyah Sholawat ini dikenal di seluruh dunia Islam, sebagai amalan wali bernama Imam Ibrahim at-Taji, dan sholawat ini disebut juag dalam kumpulan sholawat yang ditulis Imam Yusuf bin Ismail an-Nabhani berjudul Afdhalus Sholawat `ala Sayyidis Sadat. Di kalangan muslim Jawa, banyak kyai Jawa mengamalkan amalan ini. Nahdlatul Ulama pada masa kepemimpinan KH. Said Aqil Siradj bahkan pernah menyerukan gerakan 1 milyar membaca sholawat Nariyah. Pengamalan dilakukan sehari semalam dalam jumlah 4444 kali, dan setelah itu dibaca setiap hari atau setelah selesai sholat sesuai pengijazah amalan ini, bisa 7 x atau 15 x. Salah satu pusat yang dijadikan sanad ijazah ini adalah Mbah Ma’shum Lasem, salah seorang pendiri NU dan kyai yang sangat dihormati, ayah dari KH. Ali Maksum. Di Banyuwangi, salah satu kyai yang mengamalkan ini adalah KH. Mawardhi Secawan Srono. Di tanah Jawa paling Barat, di Banten, pusat pengijazahnya di antaranya KH. Muhtadi Dimyati, putra dari ulama Banten terkenal, KH. Dimyati Banten; dan juga KH. Thobari Sadzili, salah satu dari cucu Syaikh Nawawi al-Bantani. Di beberapa tempat juga ada Majlis Sholawat Nariyah, misalnya di Blitar yang dikaji oleh Umi Choisaroh dalam skripsinya, Sejarah Perkembangan Majlis ta’lim dan Dzikir Jamiyah Sholawat Nariyah Mustaghitsu al-Mughits di Dusun Mantenan Desa Sukorejo Kecamatan Udanawu Blitar 2011-2018 UIN Sunan Ampel, 2019, dan Majlis ini cukup terkenal di Jawa Timur, yang diasuh oleh KH. Muhammad Sonhaji Nawal Karim Zubaidi Gus Shon. Amalan ini sebelumnya dilaksanakan oleh kakek dan ayahnya, dan kini telah memiliki cabang yang cukup banyak tidak kurang dari 60 cabang. Amalan Manaqib Syaikh Abdul Qodir al-Jilani Amalan manaqib Syaikh Abdul al-Jailani sudah lama dikenal di Jawa, baik oleh penganut tarekat Qadiriyah atau masyarakat secara umum, di masa awal penyebaran Islam di tanah Jawa. Beberapa jenis Manaqib Syeh juga berbeda-beda, ada yang berbentuk nazhaman dan ada yang berbentuk prosa yang berbentuk nazhaman disebut Manaqibul Akbar dengan wasilah kepada beberapa syaikh, yaitu Syaikhona Kholil Bangkalan; ada yang berbentuk prosa, seperti yang terkenal adalah Al-Lujainud Dani, yang banyak diterjemah ke dalam bahasa pegon; ada yang dengan judul Lubabul Ma`ani, An-Nurul Burhani, ada juga Jawahirul Maani, dan lain-lain. Di Banyuwangi pusat ijazah amalan Manaqibul Akbar ada di Pesantren Darussalam Blokagung, dan para murid-murid mereka yang telah mendirikan pesantren. Di Jember Manaqib Syaikh di antaranya diamalkan jama`i oleh KH. Muzakki Syah, dengan ribuan jamaah; di Pasuruan ada Yayasan Serba Bakti YSB Pontren Suryalaya Nongko Jajar, Pasuruan; dan yang terkenal di Pasuruan, pengijazah manaqib dengan judul Jawahirul Ma`ani adalah KH. Ahmad Jauhari Umar 1945-2006, berpusat di Pesantren Darussalam Tegalrejo. Pusat-pusat yang lain dimiliki oleh pusat-pusat tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah, seperti di Mranggen yang berpusat pada KH. Muslih al-Maraqi dan murid-muridnya, KH. Asrori al-Ishaqi dan para murid-muridnya, penerus tarekat KH. Mustain Ramli di antaranya diteruskan Gus Mujib; KH. Abah Anom Suryalaya dan para muridnya di Tasikmalay; di Cilacap, Pesantren Kesugihan yang didirikan KH. Badawi Hanafi sekarang ini juga termasuk yang menyelenggarakan Manaqib Syaikh Abdul Qodir al-Jilani; dan di banyak tempat dari cabang-cabang tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di pulau Jawa. Amalan Hizib Autad Hizib ini selain diamalkan banyak kyai di Jawa juga diamalkan masyarakat muslim Jawa di berbagai majlis ta’lim dan pengajian, dimulai dengan Allohul Kafi Robbunal Kafi Qoshodnal Kafi Wajadnal Kafi, dan seterusnya. Pusat-pusat pengambilan amalan Hizib ini, terdapat di pusat-pusat Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Hizib Nahsar-Hizib Bahr-Hizib Bar Amalan Hizib ini juga dimiliki oleh banyak kyai di Jawa, dan sumber hizib-hizib ini adalah dari Syaikh Abul Hasan as-Sadzili. Pusat-pusat tarekat Sadziliyah di Jawa, adalah juga pusat pengambilan ijazah hizib-hizib Syaikh Sadzili ini. Amalan Ayat Lima Di antara beberapa jenis amalan ayat Al-Qur’an adalah Ayat Lima, Ayat 7, dan Ayat 15; dan di antara pusat yang menyebarkan Ayat Lima di antaranya dimiliki oleh para mursyid Qadiriyah wa Naqsyabandiyah dari jalur Syaikh Ibrahim Brumbung, yang diwariskan kepada KH. Hasan Anwar ke KH. Madchan bin Abdul Manan. Dalam amalan mereka ini, pengamalan dilakukan puasa dan diamalkan selama 3 hari diamalkan sebanyak 313 x, dengan wasilah keguruan mereka; dan setelah itu diamalkan setiap hari. Di antara kyai lain yang menjaid pusat amalan ini adalah di Krapyak yang diamlkan oleh KHR. Abdul Qodir. Amalan Yasin Fadhilah Amalan Yasin Fadhilah banyak dilakukan kyai-kyai di Jawa, dan di antara pusat penyebaran amalan ini adalah para keluarga Mbah Imam Puro. Di Banyuwangi Yasin Fadhilah juga disebarkan melalui Pesantren Blokagung dalam kumpulan wirid-wirid yang sudah tercetak. Di Ceroben, tepatnya di Mertapada Kulon Kecamatan Astanajapura Cirebon, Yayasan PATWA Yayasan At-Tarbiyatul Wathoniyah, dengan otoritas KH. Amad Syathori, juga menyebarkan amalan ini; dan beberapa doa dari Yasin Fadhilah di sini, variasinya ada yang diperoleh dari Syaikhona Kholil Bankalan. Di Jawa Tengah, Mbah Maemun Zubair juga termasuk yang dikenal memberi ijazah Yasin Fadhilah; di Yogyakarta, Pesantren Wahid Hasyim, yang didirikan KH. Abdul Hadi juga mengamalkan Yasin Fadhilah, di Asrama Al-Hikmah; dan masih banyak lagi di Pesantrfen-pesantren di Jawa. Sholawat Kubro Amalan Sholawat Kubro yang merupakan sholawat yang dikenal diamalkan para wali di tanah Jawa di masa awal, di antaranya adalah KH. Imroni Abdullah di Jepara. KH. Imroni mengamalkan bersamaan dengan mujahadah Sholat Tasbih. Selain itu, Sholawat Kubro juga diamalkan keluarga dari Mbah Imam Puro yang terhimpun dalam kitab Manaqib-nya, dan tokoh ini makamnya ada di Geger Menjangan, Purworejo. Ratib Al-Haddad Banyak kyai di Jawa, baik yang keturunan langsung dari Sayyid atau Habib, atau yang dari suku Jawa-Madura, mengamalkan Ratib al-Hadad, yang disusun Al-Habib bin Abdullah bin Alwi al-Haddad. Di antara pusat pengijazah ini, bersumber dari KH. Asad Syamsul Arifin di Situbondo; KH. Abdul Hamid di Pasuruan; KH. Mufid Masud di PP Sunan Pandanaran; KH. Abdul Mukhit di Jejeran; Abuya Muhtadi Dimyati Banten, dan masih banyak Habib-Sayyid-syarif, dan kyai-kyai lain membaca Ratib ini, dan tersebar dari Banyuwangi, Cirebon sampai Banten. Dalam tulisan di tebuireng online yang ditulis Arif Khuzaini, berjudul “Sejarah, Khasiat & Bacaan Ratib al-Haddad”, di antaranya dia menyebut pemberi ijazah Ratib ini yang di Indonesia, diperoleh dari beberapa guru Habib Ali bin Husain al-Haddad Surabaya, Habib Ali Al-Jufri Jombang, Habib Muhammad as-Segaf Solo, Habib Alwi al-Haddad Peterongan, dan K. Ahmad Muntaha Pesantren Gedongsari Nganjuk, dan yang satu dari Yaman Habib Ahmad bin Husain Aidid. Ratib Kubro Amalan Ratib Kubro juga dibaca oleh sebagian masyarakat-kyai di Jawa, dan sumber pengijazah dari amalan ini di antaranya adalah Habib Muhammad Luthfi bin Yahya. Rotib ini disusun Habib Thoha bin Hasan bin Yahya Ba `Alawi, adalah putra dari Habib Hasan bin Thoha bin Yahya Semarang, dan terhitung amalan ratib yang disusun lebih belakangan dibanding dengan Ratib Al-Haddad, ratib al-Atasy, dan ratib yang sejenis dari Hadhramaut. Dari Habib Luthfi, lalu menyebar ke berbagai muridnya, dan di antara penyebarannya melalui KH. Abdullah Saad di Pesantren al-Inshof, Karanganyar. Termasuk pengamalan Ratib Kubro di Yogyakarta, bertempat di Pesantren Kyai Khairani Cepokojajar Piyungan, juga dari Habib Muhammad Luthfi Pekalongan, dan kemudian berhubungan dengan KH. Abdullah Saad, Karanganyar. Simtud Durar Kitab Maulid Simtud Durar, disusun oleh Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi asal Hadhramaut yang dibaca seminggu sekali di Masjid Riyadh, Syaiun, Hadhramaut. Yang membawa ke Indonesia ada dua jalur, seperti disebutkan Muhammad Asad dalam 31 Juli 2019 pertama, dari kalangan murid, bernama Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi w. 1917 di Cirebon, lalu ke Bogor, dan kemudian pindah ke Surabaya; lalu pembacaan Simtud Durar ini diteruskan oleh Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi w. 1968, yang disebut Habib Ali Kwitang, yang juga murid penyusun Simtud Durar Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi; dan mengadakan pembacaan Simtud Durar ini di kantor pusat Jamiat Khoir, dan kemudian di Masjid Kwitang yang terkenal pada tahun 1930-an. Kedua, Simtud Durar juga dikenalkan oleh Habib Alwi, keturunan Habib Ali Al-Habsy penyusun Simtud Durar w. 1953 sendiri. Putra Habib Ali penyusun Simtud Durar ini, ke Nusantara, menetap di Jakarta, kemudian ke Semrang, dan terakhir di Solo. Tahun 1934, Habib Alwi mendirikan masjid Riyadh di Solo. Setelah itu, penyebaran Simtud Durar dilakukan putra Habib Alwi yang bernama Habib Anis bin Ali al-Habsy w. 2006, yang sangat terkenal. Ijazah Simtud Durar banyak bersumber dari Solo, dari Habib Anis dan murid-muridnya. Dalail Khairat Amalan Dalail Khairat berasal dari Imam al-Jazuli juga dilakukn oleh banyak kyai di Jawa, dan dilakukan berbagai pengikut tarekat. Sanad mereka banyak bersambung kepada Syaikh Mahfudz Termas, dan beberapa syaikh lain di Hijaz. M Bagus Irawan telah menerjemahkan Dalail Khoirot ini ke dalam bahasa Indonesia diterbitkan Keira Publising 2019 dan menulis “Sanad Dalail Khairat di Nusantara” 3 Oktober 2019. Amalan Dalail Khaoirot ini banyak diamalkan disertai dengan puasa, ada yang setahun, lalu ditambah beberapa tahun, dan ditambah harus rajin membaca Al-Quran. Di antara pusat penyebaran dan pengambilan ijazah adalah Habib Abdullah bin Muhsin al-Attas Empang Bogor w. 1932 dan para muridnya; Abah Anom juga disebut penyambung rantai sanad Dalail Khoirot; di Pekalongan ada KH. Thohir bin Abdul Lathif w. 1946. Sementara di Kudus, mujiz terkenal adalah KH. Ahmad Basyir, di Pesantren Darul Falah Jekulo; di Jombang ada KH. Djamaluddin Ahmad Tambakberas dan KH. Abdul Aziz Mansur Paculgowang; dan amalan Dalail Khoirot juga ada di Pesantren Lirboyo Kediri dan KH. Djazuli Usman di Ploso; di Blitar ada KH. Mahdi di Pesantren Miftahul Huda; di Malang, ada KH. Achmad Masduqi Mahfudz di PP Salafiyah Syafiiyah Nurul Huda; dan di Yogyakarta ada KH. Ali Maksum, dan di PP Sunan Pandanaran Yogyakarta, KH. Mufid Masud juga pengamal Dalail Khoirot yang memperoleh dari KH. Ma’ruf Surakarta dan KH. Abdul Muid Klaten; dan di Jawa tengah ada KH. Muhammadun Pondowan dan murid-muridnya. Tarekat Qadiriyah Di antara pemegang sanad tarekat Qadiriyah di Jawa, sekarang ini adalah KH. Ahmad Hisyam Syafaat Banyuwangi, yang memperoleh dari Syaikh Abdul Karim al-Mudarris Irak, seperti disebutkan di 30 Oktober 2014. Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Amalan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, pusat baiat dan pengijazahannya di antaranya, melalui pusat-pusat seperti Syaikh Abdul Karim Banten dan murid-muridnya, Syekhona Kholil Bangkalan dan murid-muridnya, KH. Hasan Basuni Madura dan murid-muridnya, Syaikh Ibrahim Brumbung dan murid-muridnya, Abah Anom di Suryalaya dan murid-muridnya, KH. Asrori al-Ishaqi di Surabaya dan para penerusnya, KH. Mustain Romli dan para penerusnya, KH. Muslih Mranggen dan para penerusnya, KH. Hasan Anwar Purwodadi dan para penerusnya, Habib Ali Alhinduan Madura, dan lain-lain. Jaringan mereka ditulis oleh Martin van Bruinessen dalam buku Kitab Kuning. Tarekat Syathariyah Pusat Tarekat Syathariyah dulu ada di Pamijahan, bersumber dari KH. Abdul Muhyi dan jaringan murid-muridnya yang sangat luas; Ronggowarsito dan Ronggosasmito di Kartasura; Kyai Asy’ari Kaliwungu, yang dikenal sebagai Kyai Guru juga menjadi rantai sanad penting tarekat ini; dan di Yogyakarta kini tarekat ini ada di Jejeran dari sanad Mbah Nawawi Jejeran dan Giriloyo Mbah Marzuqi Giriloyo. Sementara gabungan Sadziliyah-Syathariyah berpusat baiatnya dari Mbah Imam Puro dan keturunannya serta murid-muridnya yang tersebar. Tarekat Syadziliyah Pusat Sadziliyah yang cukup tua adalah Pesantren al-Kahfi atau Pesantren Sumolangu melalaui Kyai Sumolangu dan murid-muridnya; KH. Idris Jamsaren di Solo; KH. Dalhar di Pesantren Darussalam Watucongol dan para murid-muridnya; KH. Abdul Malik Purwokerto Sadziliyah dan Naqsyabandiyah dengan jaringan para muridnya yang luas; KH. Abdul Jalil Mustaqim di Pondok Peta Tulungagung dan para murid-muridnya, Habib Muhammad Luthfi di Pekalongan dan para murid-muridnya; KH. Siroj Payaman Magelang, KH. Ahmad Ngadirejo Klaten, KH. Abdullah Kaliwungu, KH. Siradj Panularan Surakarta, KH. Abdul Muid Tempursari Klaten, KH. Maruf Mangunwiyoto Jenengan, KH. Idris Kacangan Boyolali, dan beberapa yang lain. Tarekat Naqsyabandiyah Amalan Tarekat Naqsyabandiyah di Jawa telah dijelaskan Martin van Bruinessen dalam buku Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia Mizan, 1996, yang pusat-pusatnya di antaranya KH. Usman Gedang dan para muridnya, KH. Muhammad Ilyas di Sokaraja Banyumas dan para muridnya; Syaikh Abdul Hadi Giri Kusumo dan para murid-muridnya, sebelah tenggara Semarang; KH. Abdurrahman Kebumen; tarekat ini juga pernah ada di Pesantren Benda Kerep Cirebon; dan KH. Zain putra KH. Tholchah Cirebon. Di antara cabang-cabang penting yang sekarang berkembang-terkenal adalah KH. Mansur Popongan dan para penerusnya, KH. Arwani Kudus, Mbah Mangli Magelang, dan banyak lagi yang lain. Dalam buku Zamaksyari Dhofier berjudul Tradisi Pesantren LP3ES, 2011, disebut Syaikh Abdul Jalil Tegalsari Salatiga w. 1916 termasuk penyebar Naqsyabandiyah awal dan mendapat langsung dari Mekkah, di luar jalur yang selama ini ada. Di Madura, beberapa mursyid Naqsyabandiyah juga disebut Martin adalah perempuan, seperti Nyai Thabibah yang memperoleh dari KH. Ali Wafa dan Syarifah Fatimah yang memiliki pengikut cukup banyak. Tarekat Tijaniyah Pengambilan amalan tarekat Tijaniyah bersumber di Pesantren Buntet, dan jaringan yang mengambil dari Pesantren Buntet. Hizib Ghazali Di antara sumber penting pengijazah Hizib Ghazali adalah KH. Chudlori di API Magelang dan para murid-muridnya, sebagaimana disebutkan oleh Bambang Pranowo dalam Memahami Islam Jawa 2009. Amalan Hizib Ghazali dilakukan dengan berpuasa selama 7 hari, dan dibaca setiap selesai sholat 5 waktu minimal 7 x dan maksimal 40 x. Di Banyuwangi, Hizib Ghazali juga diajarkan melalaui Pesantren Manbaul Ulum, Muncar Banyuwangi, dan di beberapa pesantren lain di Jawa. Hifdzul Quran Amalan menghafal Al-Qur’an di Jawa yang paling terkenal dan cukup tua adalah Pesantren Krapyak melalaui sanad KH. Munawwir. Dari KH. Munawwir kemudian banyak dikembangkan para muridnya di Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Beberapa pesantren yang menjadi pusat menghafal Al-Qur’an, di antaranya, selain Krapyak adalah PP. An-Nur Ngrukem, Bantul; juga ada di PP Sunan Pandanaran; juga ada di Wonosobo, dibawah otoritas KH. Muntaha; dan beberapa pesantren lain. Amalan Ngaji Shahih Bukhari Di antara pengijazah amalan dengan tirakat ngaji Shahih Bukhari, yang ternama adalah Hadhratusy Syaikh Hasyim Asyari dan para murid yang mengambil ijazah darinya dari Syaikh Mahfudh at-Tirmasi; KH. Zubair ayah Mbah Maemun Zubair dan para miuridnya; KH. MA Sahal Mahfuzh dari Syaikh Zubair dan Syaikh Yasin al-Fadani; KH. Maruf Amien yang memperoleh dari KH. Idris Kamali menantu Hadhratusy Syaikh Hasyim Asyari; dan sebagian pusat-pusat yang lain. Amalan Puasa Ndawud Amalan Puasa Ndawud adalah sehari berpuasa dan sehari tidak. Amalan ini banyak pula diamalkan oleh banyak kyai di Jawa. Salah satu pemegang ijazah amalan ini adalah KH. Ahmad Hisyam Syafaat Pesantren Blokagung Banyuwangi, yang sering memberi ijazah setiap tahun tepat menjelang tahun baru Hijriyah; di Yogyakarta, di antara pesantren yang mengijazahkan ini adalah Pesantren Ash-Sholihah Jonggrangan Sumberadi Mlati Sleman, yang didirikan KH. Muhamamd Zahid; dan di beberapa pesantren yang mengijazahkan Dalail Khoirot, biasanya juga mengijazahkan Puasa Ndawud. Amalan Doa Nurbuat Di antara amalan yang banyak pula dilakukan kyai-kyai di Jawa dan habaib adalah Doa Nurbuat. Di antara sumber pengijazah amalan ini di Yogyakarta di antaranya bersumber dari KH. Khalil Harun Segoroyoso dan para muridnya yang mengambil ijazah mereka. Pengamalannya yang bersumber dari kyai yang memperoleh dari KH. Kholil Harun, Doa Nurbuat ini diamalkan setiap hari 3 x atau 5 x, dengan dipungkasi Sholawat Tunjina 15 x. Ayat-Ayat Syifa Ayat-ayat Syifa adalah ayat-ayat yang diguankan menjadi wasilah memohon kesembuhan dan obat dari sakit badan dan batin. Di antara pusat dari jazahan ini bersumber dari Kyai Asyari Kaliwungu, KH. Munthaha dan KH Faqih Muntaha, yang telah terhimpun dalam sebuah rangkaian wirid Ayat Syifa, dipungkasi dengan sholawat Thibbil Qulub. Mursyid Sadziliyah-Syathariyah di Purworejo, KH. Adib Luthfi Hakim juga mengamalkan Ayat Syifa; dan banyak kyai lain juga mengamalkan ini. Ayat-Ayat Hifzhi Ayat-ayat Hifzhi adalah doa-doa untuk penjagaan dari segala gangguan jin setan dan hal-hal buruk lain. Di antara, yang menjadi sumber pengijazah amalan Ayat-Ayat Hifzhi, sebagaimana ada dalam amalan sebagian keturunan Mbah Imam Puro di manaqib-nya, adalah berasal dari Pesantren Poncol Salatiga, yang didirkan KH. Misbach, dan diteruskan para murid-muridnya. Hasbunalloh wani’mal Wakil Amalan hasbunalloh wani’mal wakil, di antara sumber pingijazahnya adalah KH. Abdul Hamid Pasuruan ada yang dalam jumlah 450 x setiap hari, dan ada yang siang 450 x dan malam 900 x, sebagaimana yang diceritakan sebagian pengamalnya kepada saya; dan banyak kyai lain di Jawa. Mantra Jawa di Pesantren Meskipun kyai-kyai Pesantren di kalangan muslim Jawa menggunakan amalan wirid dalam bahasa Arab, tetapi mereka juga berbahasa Jawa dalam kebiasaan hariannya; dan tidak sedikit yang memiliki mantra-mantra berbahasa Jawa untuk keperluan-keperluan tertentu sebagai wirid, sebagai pelengkapnya. Di antara mereka yang memiliki mantra Jawa ini ada Guru Marzuki Giriloyo Syathariyah, KH. Dalhar Watucongol Syadziliyah, KH. Madchan Abdul Manan Qadiriyah-Naqsyabandiyah-Syathariyah di Purwodadi, Mbah Imam Puro di Purworejo Sadziliyah-Sathariyah, dan beberapa kyai lain. Apa yang disebutkan dari beberapa amalan dan sebagian penyebar amalan-amalan itu, hanya sebagian kecil saja, dan tentu banyak sekali kyai-kyai di Jawa yang mengamalkan amalan-amalan wirid yang tidak disebutkan di sini, dan di luar jangkauan yang saya ketahui.

Begitujuga pondok pesantren Mamba'ul Hikam. Pondok pesantren ini berjarak kurang lebih 24 KM dari kota Blitar. Tepatnya di dusun Wonorejo Desa Slemanan Kecamatan Udanawu Kabupaten Blitar. Pondok pesantren ini berdiri diatas tanah seluas kurang lebih 4 ha. yang merupakan tanah waqah dan tanah milik keluarga Kyai. ArticlePDF AvailableAbstractIslamic education in Indonesia, the majority is rooted in the education model of an Islamic boarding school. In the world of pesantren, the position of the yellow book is very strategic because the yellow book is the book references and the curriculum in the education system. Nahwu and Shorrof are the initial keys to mastering the yellow book, but the problem is, many students, especially early childhood students and beginners, they find it difficult to learn Nahwu and Shorof, while the two fans are the key to being able to read the yellow book. with 3 three data collection techniques, namely; observation, interview and documentation. The analysis technique in this research is to use qualitative data analysis consisting of 1 data reduction; 2 data presentation, and 3 conclusions, where the process took place circularly during the study. The results showed that the preparation of the method was based on the unrest that occurred in the Sidogiri Islamic Boarding School and the Al-Miftah Lil Ulum method in the Sidogiri Islamic Boarding School well organized, both internally and externally. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. p-ISSN 1979-2050/e-ISSN 2685-4155 Jurnal Intelektual Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman Volume 9, Nomor 3, Desember 2019 263 Jurnal Intelektual Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman Volume 9, Nomor 3, Desember 2019 Implementasi Metode Al Miftah Lil Ulum Dalam Membaca Kitab Fathul Qorib Bagi Pemula Di Pondok Pesantren Sidogiri Salafi Kabupaten Pasuruan Maulana Restu,1 Siti Wahyuni2 1Pascasarjana Institut Agama Islam Tribakti Kediri, 2Institut Agama Islam Tribakti Kediri 1sitimuarrifah1234 2yunilirboyo Abstract Islamic education in Indonesia, the majority is rooted in the education model of an Islamic boarding school. In the world of pesantren, the position of the yellow book is very strategic because the yellow book is the book references and the curriculum in the education system. Nahwu and Shorrof are the initial keys to mastering the yellow book, but the problem is, many students, especially early childhood students and beginners, they find it difficult to learn Nahwu and Shorof, while the two fans are the key to being able to read the yellow book. with 3 three data collection techniques, namely; observation, interview and documentation. The analysis technique in this research is to use qualitative data analysis consisting of 1 data reduction; 2 data presentation, and 3 conclusions, where the process took place circularly during the study. The results showed that the preparation of the method was based on the unrest that occurred in the Sidogiri Islamic Boarding School and the Al-Miftah Lil Ulum method in the Sidogiri Islamic Boarding School well organized, both internally and externally. Keywords Enrichment of Learning, Human Reproduction, Islamic Views Abstrak Pendidikan Islam di Indonesia, mayoritas berakar dari pendidikan model pondok pesantren. Dalam dunia pesantren, posisi kitab kuning sangat strategis karena kitab kuning dijadikaan the book references, dan kurikulum dalam sistem pendidikannya. Nahwu dan shorrof merupakan kunci awal untuk menguasai kitab kuning, namun permasalahannya, banyak santri, utamanya santri usia dini dan pemula, mereka merasa kesulitan untuk mempelajari Nahwu dan Shorof, sedangkan kedua fan tersebut merupakan kunci untuk bisa membaca kitab kuning. dengan 3 tiga teknik pengumpulan data, yaitu; observasi, wawancara dan dokumentasi. Adapun teknik analisis dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan analisis data kualitatif yang terdiri dari 1 reduksi data; 2 penyajian data; dan 3 kesimpulan, dimana prosesnya berlangsung secara sirkuler selama penelitian berlangsung. Hasilnya menunjukkan bahwa penyusunan metode dilatarbelakangi keresahan-keresahan yang terjadi di Pesantren Sidogiri dan metode Al-Miftah Lil Ulum di Pesantren Sidogiri di organisir dengan baik, baik di secara internal maupun eksternal. Kata Kunci Pengayaan Pembelajaran, Reproduksi Manusia, Pandangan Islam Implementasi Metode Al Miftah Lil Ulum Dalam Membaca Kitab Fathul Qorib Bagi Pemula Di Pondok Pesantren Sidogiri Salafi Kabupaten Pasuruan Oleh Maulana Restu & Siti Wahyuni Jurnal Intelektual Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman Volume 9, Nomor 3, Desember 2019 264 Pendahuluan Pendidikan Islam di Indonesia, mayoritas berakar dari pendidikan model pondok pesantren, baik yang sudah di desain dengan bentuk pendidikan formal, maupun yang masih berbentuk non formal. Alasan pokok munculnya pesantren ini adalah untuk mentrans-misikan Islam tradisional sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab klasik yang ditulis berabad-abad yang lalu. Kitab-kitab ini dikenal di Indonesia sebagai kitab kuning. Adapun pengertian umum yang beredar dikalangan pemerhati pesantren, kitab kuning adalah kitab-kitab keagamaan berbahasaa Arab atau berhuruf Arab, sebagai produk pemikiran ulama masa lampau yang ditulis dengan format khas pra-modern, sebelum abad ke-17-an M. ada juga yang mengartikan kitab kuning juga kerap disebut kitab gundul karena memang tidak memiliki harakat atau syakl, seperti fathah, kasrah, dhammah dan sukun. Juga, karena tidak ada torehan arti makna di bawah setiap lafalnya. Pesantren dan kitab kuning merupakan dua sisi yang tidak terpisahakan dalam keping pendidikan M. Ahsanul Husna, “Metode Diskusi Dalam Pemebelajaran Kitab Kuning Klasik Dalam Peningkatan Keterampilan Membaca”, Universitas Wahid Hasyim, 2 2019,h 115. Martin van bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat Yogyakarta Gading publishing, 2015, h. 85. H. Affandi Mochtar, Kitab Kuning dan Tradisi Akademik Pesantren Bekasi; Pustaka Isfahan, 2010, h. 32. agama Islam di Indonesia. Sejak sejarah awal berdirinya, pesantren tidak dapat dipisahkan dari literatur kitab buah pemikiran dan karya tulis para ulama klasik yang tidak ragu lagi kreadibilitasnya. Komponen di dalam-nya adalah seorang kyai yang kharismatik dan ditaati menjadi tokoh sentral, ratusan hingga ribuan santri yang mengaji, sang kyai membaca kitab kuning sambil menanamkan jati diri dan membuka kesadaran para santri akan pentingnya keimanan, kemanusian dan kemandirian melalui kitab kuning. Jumlah penulisan kitab dalam bahasa Arab inilah yang menjadi ciri penting, dan sekarang terdapat di pasaran lebih dari 500 judul karya ulama tradisional indonesia, yang isinya beraneka ragam, dari terjemahan karya sederhana sampai syarah dan hasyiyah canggih terhadap teks dunia pesantren, posisi kitab kuning sangat strategis karena kitab kuning dijadikaan thex book references dan kurikulum dalam sistem pendidikan pesantren. Selain sebagai pedoman bagi tata cara keberagamaan, kitab kuning juga difusingkan oleh kalangan pesantren Syarif, “Tradisi Dan Kontektualisasi Kitab Kuning di Pesantren Studi Kasus di Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya Tasikmalaya”, Balaia Penelitian Agamaa Jakartaa 2014, h. 3. M. Masyhuri Mochtar, Dinamika Kajian Kitab Kuning di Pesantren Pasuruan Pustaka Sidogiri, 1436 H, h. 15. Van Bruinessen, h. 88. Implementasi Metode Al Miftah Lil Ulum Dalam Membaca Kitab Fathul Qorib Bagi Pemula Di Pondok Pesantren Sidogiri Salafi Kabupaten Pasuruan Oleh Maulana Restu & Siti Wahyuni Jurnal Intelektual Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman Volume 9, Nomor 3, Desember 2019 sebagai referensi universal dalam menyikapi segala tantangan dan Shorrof merupakan kunci awal untuk menguasai kitab kuning, bahkan ada yang mengatakan bahwa Nahwu adalah ibunya dan Shorrof adalah bapaknya. di dalam kurikulum pondok pesantren, tingkatan belajar Nahwu dimulai dari kitab Al-Ajurumiyyah, Kemudian nadhom Al-Imrithiy, dan tingkat yang tertinggi Al-Fiyyah Ibni Malik. Hal ini menuntut waktu yang relatif lama, sedangkan saat ini, seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, perjalanan waktu terasa sangat singkat, dan harus diimbangi dengan percepatan dibidang pendidikan dalam bentuk formulasi baru, berupa metode atau sistem pengajaran yang mampu memperpendek masa belajar ilmu Nahwu dan Shorrof yang menjadi kunci belajar kitab kuning. Disamping itu, banyak santri, utamanya santri usia dini dan pemula, mereka merasa kesulitan untuk mempelajari Nahwu dan Shorrof, sehingga menyebabkan para santri usia dini dan santri pemula tidak aktif mengikuti pelajaran dan cenderung malas-malasan, karena sulit memahami pelajaran Nahwu dan Shorrof tersebut, sedangkan kedua fan tersebut merupakan kunci untuk bisa membaca kitab kuning. Fenomena diatas menuntut para pengelola pendidikan atau pengurus pesantren untuk mencari formulasi baru Abdullah Aly, Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2011, h. 185. yang cocok dengan santri usia dini dan para pemula agar cepat bisa membaca kitab kuning. Salah satu solusi yang ditempuh oleh mayoritas pengelola kyai pondok pesantren adalah dengan mengadopsi metode khusus percepatan membaca kitab kuning bagi santri usia dini dan para pemula. Adapun metode yang digunakan antara lain adalah metode al-Miftah lil-Ulum, Amtsilati, Tamyiz dan Nubdzatul Bayan. Akan tetapi penulis memfokuskan kepada metode al-Miftah lil-Ulum. Selain itu, berdasarkan fakta yang penulis alami mulai sejak menempuh sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi, penulis tidak pernah menemukan metode praktis dalam mempermudah membaca kitab kuning ini, sekalipun di pesantren penulis sekarang ponpes Lirboyo Kediri. Dengan latar belakang tersebut, penulis ingin menggali lebih dalam lagi mengenai membaca kitab kuning dalam dinamika santri di lingkungan Pesantren dengan metode al-Miftah lil-Ulum yang dituangkan dalam judul tesis “Implementasi metode al-Miftah lil Ulum dalam membaca Fathul Qorib kitab kuning bagi pemula di Pondok Pesantren Sidogiri Salafi Kabupaten Pasuruan”. Dan karena metode al-Miftah lil Ulum ini dirintis di Pesantren Sidogiri Kabupaten Pasuruan, maka penulis memilih lokasi penelitian di tempat Syaifuddin Masykuri, Kajian dan Analisis Alfiyyah Kediri Santri Salaf Press, 2016, h. 1. Implementasi Metode Al Miftah Lil Ulum Dalam Membaca Kitab Fathul Qorib Bagi Pemula Di Pondok Pesantren Sidogiri Salafi Kabupaten Pasuruan Oleh Maulana Restu & Siti Wahyuni Jurnal Intelektual Jurnal Pendidikan dan Studi KeIslaman Volume 9, Nomor 3, Desember 2019 tersebut agar bisa langsung ber-tabarruk kepada para penerus dan kepada lembaga pencipta metode al-Miftah lil-Ulum dan memperoleh data yang valid dari sumbernya. Metode Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan metodo-logi kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sedangkan jenis penelitiannya adalah menggunakan studi kasus. Studi kasus adalah penelitian yang pada umumnya bertujuan untuk mempelajari secara mendalam terhadap suatu individu, kelompok, lembaga, atau masyarakat tertentu, tentang latar belakang, keadaan sekarang, atau interaksi yang karena dalam penelitian ini menyangkut tentang metode Al-Miftah Lil Ulum dalam membaca kitab kuning bagi pemula, yang dirancang dengan menggunakan studi kasus, maka peneliti berusaha melihat secara mendalam permasalahan tersebut di Pondok pesantren Sidogiri Kabupaten Pasuruan. Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revisi, Bandung PT. Remaja Rosdakarya, 2012, h. 4. Gempur Santoso, Fundamental Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Jakarta Prestasi Pustaka, 2005, hal. 30. Hasil dan Pembahasan Prencanaan Penyusunan Metode Al-Miftah Lil Ulum Faktor utama yang melatar belakangi lahirnya metode Al-Miftah Lil Ulum adalah hasil belajar baca kitab santri di pondok Sidogiri yang begitu menurun, serta target-target pendidikan membaca kitab yang tidak belajar adalah kompetensi atau kemampuan tertentu baik kognitiff, afektif maupun psikomotorik yang dicapai atau dikuasai peserta didik setelah mengikuti proses belajar mengajar. Hasil belajar yang dicapai peserta didik sangat erat kaitannya dengan rumusan tujuan intruksional yang direncanakan guru sebagai perancang belajar mengajar. Tujuan intruksional pada umumnya dikelom-pokkan ke dalam kategori domain kognitif, afektif dan hadirnya Al-Miftah sebagai metode pembelajaran di Sidogiri maka Sidogiri lebih dikenal dengan metode pembelajarannya. Metode pembelaja-ran sendiri dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan oleh pendidik dalam mengadakan hubungan dengan peserta didik pada saat berlangsungnya proses pembelajaran. Dengan demikian, metode pembelajaran merupakan alat untuk Muhairil Yusuf, wawancara, Tim Marketing Tim Al-Miftah Luar PPS Sidogiri Pasuruan, 09 Juli 2019 Kunndar, Penilaian Autentik, Jakarta PT Raja Grafindo Persada, 2013, h. 62 Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung Remaja Rosada Karya, 2009, h. 34 Muhairil Yusuf, wawancara, Tim Marketing …………09 Juli 2019 Implementasi Metode Al Miftah Lil Ulum Dalam Membaca Kitab Fathul Qorib Bagi Pemula Di Pondok Pesantren Sidogiri Salafi Kabupaten Pasuruan Oleh Maulana Restu & Siti Wahyuni Jurnal Intelektual Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman Volume 9, Nomor 3, Desember 2019 menciptakan proses pembelajaran yang pengamat dan pengelola pendidikan pondok Sidogiri yakni Badan Tarbiyah wa Ta'lim Madrosy BATARTAMA merumuskan langkah-langkah dengan menyusunnya secara sistematis agar hasil dan tujuan dari metode yang dirumuskan dapat dicapai sesuai target. Sedangkan langkah-langkah penyusunan metode Al-Miftah Lil Ulum akan dijelaskan sebagai berikut 1 Merumuskan Tujuan Pembelajaran Tujuan pembelajaran merupakan komponen utama yang harus dirumus-kan oleh guru dalam pembelajaran, karena merupakan sasaran dari proses pembelajaran. Mau di bawa kemana siswa, apa yang harus dimiliki oleh siswa, semuanya tergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Oleh karenanya, tujuan pembelajaran merupakan komponen pertama dan tujuan di susunnya metode Al-Miftah Lil Ulum ini yaitu anak sudah bisa baca kitabnya sendiri ketika belajar di tingkat ibtidaiyah, ketika masa belajar di tingkat Tsanawiyah sudah bisa baca kitab lain yang tidak dipelajari tanpa ada maknanya, dan ketika belajar aliyah tentunya sudah pengembangan kalau perlu sudah bisa ngarang kitab. Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta Kalam Mulia, 2010, h. 3 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan Jakarta Kencana, 2008, h. 59 2 Menentukan Materi Pelajaran Materi pelajaran dapat dibedakan menjadi pengetahuan knowledge,ketrampilan skill, dan sikap attitude. Pengetahuan menunjuk pada informasiyang disimpan dalam pikiran mind murid, ketrampilan menunjuk pada padatindakan-tindakan fisik dan non fisik, sikap menunjuk pada kecende-runganseseorang untuk bertindak sesuai dengan nilai dan norma yang diyakinikebenaranya oleh murid.Dalam pembelajaran konvesional, sering guru menentukan buku teks sebagaisatu-satunya sumber materi pelajaran. Bahkan, pembelajaran yang berorientasikepada kurikulum subjek akademis, buku teks yang telah disusun oleh parapengembang kurikulum merupakan sumber yang digunakan untuk pembelajaran kitab kuning di pesantren Sidogiri bersumber dari kitab Jurmiyah dan ditambah dengan nazham Imrithi dan Al-fiyah, kemudian dikumpulkan menjadi empat jilid, dan di setiap jilid terdapat target-target yang harus dicapai sebagaimana yang akan dijelaskan di bawah ini1 Jilid pertama Dalam jilid pertama santri-santri ditargetkan paham tentang kalimat isim Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, Jakarta KencanaPrenada Media Group, 2012, h.,141-142. Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran,…. h.,146 Muhairil Yusuf, wawancara, Tim Marketing ……. 09 Juli 2019 Implementasi Metode Al Miftah Lil Ulum Dalam Membaca Kitab Fathul Qorib Bagi Pemula Di Pondok Pesantren Sidogiri Salafi Kabupaten Pasuruan Oleh Maulana Restu & Siti Wahyuni Jurnal Intelektual Jurnal Pendidikan dan Studi KeIslaman Volume 9, Nomor 3, Desember 2019 fi’il dan huruf sedangkan indikatornya adalah santri bisa membedakan kalimat isim, fi’il dan huruf. Dan bisa membedakan Isim Mabni dan Mu’rob. 2 Jilid kedua. Dalam jilid dua santri-santri ditargetkan paham terhadap isim nakirah dan ma’rifat beserta pembagiannya, sedangkan indikatornya adalah santri-santri mampu menentukan isim nakirah dan ma’rifat muzhakkar dan muannas jamid dan mustaq. 3 Jilid ketiga Dalam jilid ketiga target pencapaiannya adalah santri-santri paham tentang fi’il yang babni, mu’rab mujarrad, mazid lazim mutaaddi ma’lum majhul dan shohih mu’tal sedangkan indikatornya adalah santri-santri mampu membedakan antara mabni dan murab mujarrad dan mazid lazim dan mutaaddi ma’lum dan majhul dan shohih dan mu’tal. 3 Jilid keempat Pada Jilid Keempat santri-santri ditargetkan harus paham tentang isimisim yang harus dibaca rofa’ isim-isim yang dibaca nashob dan isim-isim yang dibaca jer. Sedangkan indikatornya adalah santri-santri mampu menentukan mana isim yang harus dibaca rofa’, nashob dan jer. 4 Menentukan Metode Pembelajaran Metode mengajar adalah alat yang merupakan bagian dari perangkat dan cara dalam pelaksanaan suatu strategi JJ. Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, Bandung PT. Remaja Rosdakarya, 1995, h. 3. belajar mengajar. Sedangkan Nana Sudjana mengemukakan, metode pembelajaran sebagai cara yang digunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam praktik pembelaja-ran, terdapat beragam jenis dan metodepembelajaran dan penerapannya. Peneliti mencatat, setidaknya terdapat sebelasmetodepembelajaran yang dapat digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran.Kesebelas metode tersebut adalah sebagai berikut a Metode Proyek, yaitu metode yang bertitik tolak dari suatu masalah, kemudiandibahas dari berbagai segi yang berhuungan sehingga pemecahannya secarakomprehensif dan bermakna. b Metode eksperimen, yaitu metode yang mengedepankan aktivitas percobaan,sehingga siswa mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. c Metode tugas/resitasi, yaitu guru memberikan tugas tertentu agar siswamelakukan kegiatan belajar. d Metode diskusi, yaitu siswa dihadapkan pada suatu masalah yang Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung Sinar Baru Algensindo, 2009, h. 76. Fattah Syukur, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, Semarang AKFI Media,2009, h. 40 Implementasi Metode Al Miftah Lil Ulum Dalam Membaca Kitab Fathul Qorib Bagi Pemula Di Pondok Pesantren Sidogiri Salafi Kabupaten Pasuruan Oleh Maulana Restu & Siti Wahyuni Jurnal Intelektual Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman Volume 9, Nomor 3, Desember 2019 biasa berupapernyataan atau pernyataan yang bersifat problematis untuk dibahas dandipecahkan secara bersama. e Metode sosiodrama, yaitu siswa mendramatisasikan tingkah laku dalamhubungannya dengan masalah. Dari beberapa penjelasan tentang jenis-jenis metode pembelajaran di atas,maka dapat dikemukakan bahwa betapa banyak metode pembelajaran yang biasdigunakan oleh seorang guru atau tenaga pengajar dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Oleh karena itu, dalam penerapanya diperlukan kreativitas danvariasi untuk menggunakan metode-metode pembelajaran tersebut.Metode yang akan disusun dan digunakan pesantren Sidogiri dalam pembelajaran kitab kuning tidak hanya menggunakan metode klasik seperti Sorogan dan bandongan namun juga menggunakan metode pembelajaran yang mampu membuat siswa aktif, kreatif, dan menyenangkan sehingga dengan demikian di akhir proses pembelajaran santri-santri dapat menguasai materi pelajaran dengan baik. 5 Mengadakan Placement Test Tes ini berfungsi untuk mengetahui kemampuan siswa sehingga nantinya pengurus bisa menentukan pada jilid berapa dia harus belajar. Sedangkan prosedur tesnya adalah pertama santri datang ke pondok dan mendaftarkan diri Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, Bogor GhaliaIndonesia, 2010, hlm 80-81. dengan mengisi formulir pendaftaran tujuannya adalah untuk mengetahui biodata santri, kemudian setelah itu santri datang ke madrasah i’dadiyah menunjukkan formulir pendaftaran sebagai tanda mereka sudah daftar mondok di pondok pesantren Sidogiri kemudian menunggu waktu kapan harus tes Menentukan Media Pembelajaran Kata media berasal dari bahasa Latin yang merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah dapat diartikan sebagai perantara atau pengantar. Media pengajaran meliputi perangkat keras hardware dan perangkat lunak software. Hardware adalah alat-alat yang dapat mengantar pesan seperti Over Head Projector, radio, televisi, dan sebagainya. Sedangkan Software adalah isi program yang mengandung pesan seperti informasi yang terdapat pada transparansi atau buku dan bahan-bahan cetakan lainnya, cerita yang terkandung dalam film atau materi yang disuguhkan dalam bentuk bagan, grafik, diagram, dan lain pengamatan peneliti ketika mengikuti proses pembelajaran di pondok pesantren Sidogiri media yang digunakan dalam proses pembelajaran diantaranya; buku ajar, papan tulis, spidol, alas duduk dan benner-benner yang memuat contoh-contoh kalimat. Namun, walaupun hanya dengan media Observasi pada tanggal  Juli 2019 di depan Gedung Sekretariat PP Sidogiri Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desai Sistem….hlm.,204-105 Implementasi Metode Al Miftah Lil Ulum Dalam Membaca Kitab Fathul Qorib Bagi Pemula Di Pondok Pesantren Sidogiri Salafi Kabupaten Pasuruan Oleh Maulana Restu & Siti Wahyuni Jurnal Intelektual Jurnal Pendidikan dan Studi KeIslaman Volume 9, Nomor 3, Desember 2019 yang seperti itu, tercifta suasana belajar yang menarik dan kualitas membaca kitab kuning tiap tahun terus mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Pelaksanaan pembelajaran metode Al-Miftah Lil Ulum Prosedur pembelajaran kitab kuning dengan metode Al-Miftah Lil Ulum terbagi menjadi tiga bagian yaitu; kegiatan pendahuluan, kegiatan inti pembelajaran, dan kegiatan penutup. Ketiga kegiatan tersebut tersusun menjadi satu dalam satu kegiatan pembelajaran dan tidak dapat dipisah-pisahkan dengan kegiatan yang lainnya. 1. Kegiatan Pendahuluan Pendahuluan merupakan kegia-tan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfo-kuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Sedangkan kegiatan yang dilakukan guru dan murid pada kegiatan pendahuluan dalam proses pembelajaran kitab kuning dengan menggunakan materi Al-Miftah Lil Ulum di pondok pesantren Sidogiri adalah sebagai berikut1 Membaca nazhaman 2 Berdo’a 3 Guru atau ustad mengecek kehadiran peserta didik 4 Guru atau ustad menyuruh peserta didik mengisi tempat yang kosong di depan. Ustadz Syah Jalal, wawancara, Wakil II Madrasah di PP Sidogiri Pasuruan, 09 Juli 2019. 5 Kemudian guru menjelaskan secara singkat materi yang sudah dipelajari sebelumnya kemudian dikaitkan dengan materi yang akan dipelajari sekarang. 2. Kegiatan Inti Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kemam-puan yang diinginkan. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran kitab kuning guru di tuntut untuk melakukan beberapa kegiatan. Kegiatan yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran kitab kuning di pondok pesantren Sidogiri akan dijelaskan sebagai berikut 1. Menjelaskan Materi Pelajaran 2. Memberi Kesempatan Peserta didik Untuk Membuat Kelompok Belajar. 3. Kegiatan Penutup Tahap penutup pembelajaran kitab kuning di pesantren Sidogiri adalah sebagai berikut 1 Guru menyimpulkan materi 2 Guru motivasi peserta didik untuk selalu menyempatkan diri membaca kitab kuning walau hanya lima baris 3 Membaca doa bersama. Evaluasi pembelajaran metode Al-Miftah Lil Ulum Menurut Grounlund, pengertian evaluasi adalah “evaluation is a sistem aticprocess of determining the extent to wich instructional objectives are achieved by pupil”. Di sisi lain, sedangkan Observasi pada tanggal 14 Mei 2019 di kelas Jilid dengan Ustadz Syamsuddin sebagai gurunya. Implementasi Metode Al Miftah Lil Ulum Dalam Membaca Kitab Fathul Qorib Bagi Pemula Di Pondok Pesantren Sidogiri Salafi Kabupaten Pasuruan Oleh Maulana Restu & Siti Wahyuni Jurnal Intelektual Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman Volume 9, Nomor 3, Desember 2019 Nurkancana menyatakan bahwa evaluasi dilakukanberkenaan dengan proses kegiatan untuk menentukan nilai sesuatu. Sementara,Raka Joni mengartikan evaluasi sebagai suatu proses mempertimbangkan sesuatubarang atau gejala dengan pertimbangan pada patokan-patokan demikian, antara evaluasi, assessment danmeasurement memiliki keterkaitan yang tidak dapat samping itu, tes tertulis juga dapat digunakan untuk menganalisis danmenyintesiskan informasi tentang siswa.Bentuk kedua suatu evaluasi adalah alat non tes. Alat ini digunakan untukmengevaluasi penampilan dan aspek-aspek belajar efektif dari siswa. Ketepatanalat non tes perlu diperhatikan oleh para guru, karena sering kali dalampenggunaannya memerlukan pertimba-ngan subjektivitas yang dapatmenghasil-kan penilaian yang mungkin bervariasi di antara dua orang guru. Alatnon tes kadang ada yang menggunakan pengukuran, tetapi ada pula yang tidakmenggunakan pengukuran, sebagai contoh observasi, bentuk laporan, teknik audio visual, dan teknik Metode Al-Miftah Lil Ulum Berdasarkan observasi dan wawancara penulis, diantara implikasi-implikasi metode Al-Miftah Lil Ulum adalah sebagai berikut Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, Bogor GhaliaIndonesia, 2010, h 142. Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem… h.,242 1 Suasana belajar yang dinamis Semangat dari santri-santri itu muncul baik ketika pembelajaran berlangsung maupun ketika di luar jam pelajaran, karena walaupun di luar pelajaran mereka terus belajar dengan mengahafalkan nyanyian-nyanyiannya, dan terlihat senang dan menikmati proses belajar seperti itu. Metode apapun yang akan digunakan hendaknya dapat membawa suasana interaksi atau pembelajaran yang edukatif, menempatkan peserta didik dalam keterlibatan aktif belajar maupun menumbuhkan dan mengembangkan minat belajar serta membangkitkan semangat belajar dan menghidupkan proses pembelajaran yang sedang Lembaga yang mulai redup menjadi lebih dinamis Ruh visi misi Al-Miftah sendiri yaitu mengembalikan gairah membaca kitab, menghidupkan kembali mushola-mushola yang sempat redup, yang dulu biasanya sore hari dan setelah subuh ada pengajian, kita ingin kembalikan hidup, pondok pesantren salaf yang mulai tidak percaya diri dengan kesalafannya, kiranya mulai gairah kembali. Banyak fakta mengenai lembaga-lembaga yang bergairah kembali setelah mengadopsi metode Al-Miftah. Tentu implikasi ini dirasakan olehlembaga-lembaga yang sebelumnya mengalami Sukardi, Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasional Jakarta Bumi Askara, 2008, 11. Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta PT. Rineka Cipta, 2002, h. 85-93. Implementasi Metode Al Miftah Lil Ulum Dalam Membaca Kitab Fathul Qorib Bagi Pemula Di Pondok Pesantren Sidogiri Salafi Kabupaten Pasuruan Oleh Maulana Restu & Siti Wahyuni Jurnal Intelektual Jurnal Pendidikan dan Studi KeIslaman Volume 9, Nomor 3, Desember 2019 kemunduran di bidang pendidikan membaca kitabkuning. 3 Menjadi daya pikat peserta didik Al-Miftah Lil Ulum ini benar-benar menjadi nilai jual bagi Sidogiri. Hal ini dibuktikan dengan melonjaknya jumlah santri dari berbagai daerah yang mana mereka tidak kenal dengan Sidogiri, akan tetapi kenal dengan metodenya Al-Miftah Lil Ulum. Sebelum hadirnya Al-Miftah Lil Ulum, di Sigogiri santri baru itu paling memuncak 1000 santri. Akan tetapi dengan hadirnya Al-Miftah Lil Ulum kini di tahun 2019 santri baru mencapai 2000 santri. Dan mereka berasal dari berbagai wilayah di Indonesia, bahkan sekitar 39 orang dari luar negri. 4 Tumbuhnya gairah membaca kitab Fakta yang terjadi di Sidogiri, sebelum hadir Al-Miftah Lil Ulum, di luar kegiatan belajar di kelas, sering dijumpai para santri yang berkumpul ngobrol-ngobrol jagongan-jawa. Akan tetapi dengan hadirnya ini, suasana mulai berubah menjadi suasana yang gemar membaca kitab. Sering dijumpai para santri yang diskusi membentuk kelompok kecil yang topik pembahasannya masalah-masalah baca kitab dan topik pemahaman redaksi kitab-kitab. 5 Belajar Nahwu yang tingkatannya lebih tinggi menjadi mudah Belajar baca kitab dengan Al-Miftah Lil Ulum merupakan perantara memahami Nahwu Sorf yang tingkatannya lebih tinggi. Hal tersebut dikarenakan di metode Al Miftah tidak membuat istilah baru, sehingga ketika peserta didik masuk kepada kitab-kitab selanjutnya yang lebih tinggi mereka langsung familiar, terkadang ada metode yang membuat istilah baru, sehingga ketika peserta didik masuk ke tingkatyang lebih tinggi harus adaptasi lagi. 6 Belajar fan cabang ilmu selain nahwu menjadi lebih mudah Dalam memahami cabang-cabang Ilmu Fiqh, Hadits, Mantiq, Balaghoh dan lain-lain, Al-Miftah Lil Ulum yang berorientasi di Nahwu dan Sorf ini sangat membantu dalam membaca kitab-kitab cabang-cabang ilmu tersebut agar sesuai dengan kaidah-kaidah yang tepat, sehingga dengan membaca yang tapat ini dapat memunculkan konklusi yang tapat pula. 7 Prestasi baca kitab meningkat Berdasarkan wawancara penulis, koordinator Al-Miftah Lil Ulum yakni ustad Qusyairi Isma’il merima laporan dari pengguna metode Al-Miftah Lil Ulum di luar Jawa Sulawesi, Aceh, Kalimantan, Batam bahwa prestasi di bidang baca kitab telah mereka raih dalam berbagai ivent. Selain itu, pada ivent baca kitab yang diselenggarakan oleh Partai Kebangkitan Bangsa PKB tingkat nasional juga santri Sidogiri alumni Al-Miftah Lil Ulum juga mendapatkan juara. Tak kalah menariknya, beberapa tahun yang lalu ada lomba tingkat Aliyah se-Jawa Timur yang diselenggarakan di Jombang, delegasi dari Sidogiri adalah santri i’dadiyah yang masih belajar Al- Implementasi Metode Al Miftah Lil Ulum Dalam Membaca Kitab Fathul Qorib Bagi Pemula Di Pondok Pesantren Sidogiri Salafi Kabupaten Pasuruan Oleh Maulana Restu & Siti Wahyuni Jurnal Intelektual Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman Volume 9, Nomor 3, Desember 2019 Miftah Lil Ulum, dan mampu bersaing sehingga mendapat juara 3. 8 Memberi energi rasa percaya diri Rasa percaya diri ini muncul karena mereka merasa sudah pernah belajar, merasa bisa dan ingin mengajarkannya kepada orang lain, sementara masyarakat kebanyakan haus akan metode seperti itu seningga rasa percaya diri muncul. Hal ini dibuktikan oleh para santri Sidogiri di bulan Ramadhan, banyak diantara mereka yang meminta izin untuk mengajarkan Al-Miftah Lil Ulum di daerahnya masing-masing. Kesimpulan Berdasarkan paparan dan analisis data, penulis dapat memberikan kesimpulansebagai berikut 1. Perencanaan penyusunan metode dilatarbelakangi keresahan-keresahan yang terjadi di Pesantren Sidogiri diantaranya hasil evaluasi baca kitab yang tidak mencapai target dan Pesantren Sidogiri yang notabenenya lembaga pendidikan tapi lebih dikenal ekonominya dari pada pendidikannya. Dalam penyusunan-nya, langkah-langkah yang dilakukan meliputi menentukan tujuan, materi, metode, placement test, alokasi waktu dan media pembelajaran. 2. Metode Al-Miftah Lil Ulum di Pesantren Sidogiri di organisir dengan baik, baik di secara internal maupun eksternal. Hal tersebut, dibuktikan dengan pelatihan-pelatihan rutin yang diselenggarakan oleh pengurus Al-Miftah baik pelatihan pelajar maupun pengajar. Daftar Pustaka Aly, Abdullah, Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2011 Azizi, Qodzi. Pendidikan Agama Islam Membangun Etika Sosial, SemarangAneka Ilmu, 2003 Bawani, Imam, Tradisionalisme Dalam Pendidikan Islam, Surabaya Al-Ikhlas, 1993 Bruinessen, Martin van, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat Yogyakarta Gading publishing, 2015 Dahlan, Abdul Aziz Ensiklopedi Islam. Cet. ke-8. Jakarta Ictiar Baru Van Hoeve, 1996 Dalman, Keterampilan Membaca JakartaRajawali, 2014 Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta PT. Rineka Cipta, 2002 Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, Bogor GhaliaIndonesia, 2010 Hakim, Taufiqul, Amtsilati Metode Praktis Mendalami Al-Qur’an dan Membaca Kitab Kuning, Jepara Al-Falah, 2003 Hamid, Abdul, Mengukur Kemampuan Bahasa Arab Untuk Studi Islam Malang; UIN Malik Pers, 2013 Hamim, Muhammad, Fathul Qorib paling lengkap, Kediri, Santri Salaf Press. Juz 1 Implementasi Metode Al Miftah Lil Ulum Dalam Membaca Kitab Fathul Qorib Bagi Pemula Di Pondok Pesantren Sidogiri Salafi Kabupaten Pasuruan Oleh Maulana Restu & Siti Wahyuni Jurnal Intelektual Jurnal Pendidikan dan Studi KeIslaman Volume 9, Nomor 3, Desember 2019 Hermawan, Acep, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung; Remaja Rosdakarya, 2011 Husna, M. Ahsanul. “Metode Diskusi Dalam Pemebelajaran Kitab Kuning Klasik Dalam Peningkatan Keterampilan Membaca”, Universitas Wahid Hasyim, 2 2019 JJ. Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, Bandung PT. Remaja Rosdakarya, 1995 Kunndar, Penilaian Autentik, Jakarta PT Raja Grafindo Persada, 2013 Masykuri, Syaifuddin, Kajian dan Analisis Alfiyyah, Kediri Santri Salaf Press, 2016 Mochtar, Affandi, Kitab Kuning dan Tradisi Akademik Pesantren Bekasi; Pustaka Isfahan, 2010 Mochtar, M. Masyhuri, Dinamika Kajian Kitab Kuning di Pesantren, Pasuruan Pustaka Sidogiri, 1436 H Moeloeng, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revisi, Bandung PT. Remaja Rosdakarya, 2012 Qomar, Mujamil, Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta Penerbit Erlangga, 2007 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta Kalam Mulia, 2010 Sanjaya, Wina. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, Jakarta KencanaPrenada Media Group, 2012 Santoso, Gempur, Fundamental Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Jakarta Prestasi Pustaka, 2005 Sudjana, Nana. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung Sinar Baru Algensindo, 2009 Sukardi, Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasional Jakarta Bumi Askara, 2008 Syarif, “Tradisi Dan Kontektualisasi Kitab Kuning di Pesantren Studi Kasus di Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya Tasikmalaya”, Balaia Penelitian Agamaa Jakartaa 2014 Syukur, Fattah, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, Semarang AKFI Media,2009 Tarigan, Henry Guntur, Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa Bandung Angkasa, 2008 Usman, Uzer, Menjadi Guru Profesional, Bandung Remaja Rosada Karya, 2009 ... Berdasarkan hasil obervasi, selama pembelajaran Al-Miftah siswa terlihat lebih semangat dan antusias dalam mempelajari kitab kuning. Restu & Wahyuni 2019 menyebutkan bahwa dengan adanya metode Al-Miftah, mengkaji dan membaca kitab kuning dapat menumbuhkan semangat dan timbul percaya diri pada siswa. Dengan adanya strategi-strategi yang bervariasi membuat pembelajaran menjadi semakin menarik dan menyenangkan. ...Miftahurrohmah MiftahurrohmahSiti FatimahImam Subarkahupaya meningkatkan motivasi dan kemampuan siswa dalam membaca kitab kuning di SMP Ar-Raudhah Kebumen. Metode yang digunakan dengan menggunakan deskriptif kualitatif.,Pengumpulan data menggunakan metode tes, wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan model yang dikembangkan oleh Miles and Suberman yaitu redusi data, penyajian data, dan verifikasi data. Hasil analisis menunjukkan bahwa motivasi siswa dalam membaca kitab kuning menunjukkan kategori sangat baik. Sedangkan kemampuan siswa dalam membaca kitab kuning dengan menggunakan metode Al-Miftah Lil Ulum menunjukkan kategori baik. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut 1. Proses penerapan Metode Al-Miftah Lil Ulum dilaksanakan melalui tiga tahapan, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi. Persiapan meliputi tujuan pembelajaran, materi/bahan ajar, strategi pembelajaran, dan menyusun alat evaluasi. Tahap pelaksanaan meliputi waktu pembelajaran, pembagian kelas, dan proses pembelajaran. Pada tahap evaluasi menggunakan tes tulis dan lisan. metode Al-Miftah memiliki dampak yang positif dan efektif dalam meningkatkan motivasi dan kemampuan siswa dalam membaca dan mengkaji kitab kuning. Didapatkan bahwa 80% siswa telah melebihi nilai KKM.... Pengabdian berupa pengajaran menggunakan metode dalam pembelajaran kitab Fathul Qarib yang pernah dilakukan dengan nama Al-Miftah Lil Ulum. Metode ini inti pembelajaranya ustadz membacakan dan menjelaskan kitab Fathul Qarib, kemudian memberikan kesempatan santri untuk bertanya dan ustadz membentuk kelompok belajar Restu & Wahyuni, 2019. Selain itu metode dalam memahami fiqih praktis dalam kitab Fathul Qarib juga bisa menggunakan metode diskusi, metode ini sama halnya dengan metode Al-Miftah Lil Ulum dan metode lainya, ustadz membacakan kitab Fathul Qarib dan santri menulis makna kitab Fathul Qarib guna menjadi bahan diskusi untuk persiapan dalam menyampaikan hasil diskusinya Aliudin & Muslihah, 2019. ...Ghulam Akhyar RikzaRifani RaniasatiMuhammad Maskur MusaHendri Hermawan AdinugrahaF Fiqh has a very broad scope of study and has high urgency. Unfortunately, many of the younger generation neglect and even underestimate the basic laws of fiqh, such as procedures for purification, prayer procedures, and others. A human being will certainly feel the need for fiqh along with his awareness as a Muslim, especially for a student who is an agent of change and is seen as intellectuals. This training aims to increase students' understanding and awareness of practical fiqh through studying the book of Fathul Qarib. The learning method carried out in this activity is using the bandongan method, and asking the bandongan method is a method in teaching the yellow book in which the kyai or ustadz reads, translates and explains the yellow book, then students listen and write the translation ngapsahi. While the question and answer method is a method that is also carried out by providing opportunities to ask questions in accordance with the chapters discussed in the study of the Fathul Qarib book, the question and answer method is carried out after the method. Based on the results of the Fathul Qarib training activities at the Alif Lam Mim Islamic boarding school, it can be concluded that. students can evaluate themselves regarding their understanding of practical fiqh. The students can also add and improve knowledge and understanding of the science of fiqh. From this learning, the students can apply the science of fiqh in everyday life correctly and in accordance with existing laws.... Pesantren menekankan isi/materi pembelajarannya pada hasil karya ulama-ulma salaf terdahulu yang pada akhirnya dikenal dengan istilah kutup al-shafra' kitab kuning, kitab kuning yang dipelajari dan diajarkan kepada santri dipondok pesantren, umumnya berhaluan ahli sunnah waljamaah, baik segi akidah, fikih, maupun tasawufnya. Kitab kuning sering disebut dengan kitab gundul, karena tidak memiliki harakat atau syakl, seperti fatkhah, kasrah, dhammah dan sukun Restu & Wahyuni, 2019. Diantara peran penting dalam mempelajari dan menguasai isi dari kitab kuning secara komprehensif adalah penguasaan ilmu alat. ...Muhammad Farid NasrullohMuhammad Syafiuddin ShobirinRina Dian Rahmawati Syaifuddin SyaifuddinTujuan dari pengabdian ini antara lain untuk mengetahui penerapan metode Baca Kitab Al-Miftah dipondok pesantren sabilul huda dan untuk mengetahui pentingnya kitab Al-Miftah lilulum dipondok pesantren Sabilul Huda. Pengabdian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Sabilul Huda Jombang. Program Pengabdian ini diikuti oleh santri yang mengikuti kelas Madrasah Diniyah. Metode pelaksanaan pengabdian kegiatan di Pesantren ini meliputi metode ceramah dan praktek. Hasil dari pelaksanaan pengabdian masyarakat ini sebagai berikut 1 Pada umumnya semua program dapat terlaksana dengan baik, antusias santri dalam mengikuti kegiatanbimbingan baca Kitab Al-Miftah sangat baik sekali, sehingga program kerja yang kami laksanakan sudah sesuai dengan kondisi yang ada. 2 Suksesnya program pengabdian ini karena didukung dan ditunjang oleh kerja tim yang baik, baik dari tim maupun para santri di Pondok Sabilul Huda. 3 Dalam bidang pendidikan khususnya bimbingan baca kitab Al-Miftah banyak santri-santri yang sangat antusias, ini menjadi acuan bahwasanya pengabdian menjadi jembatan motivasi santri. 4 Dengan adanya pengabdian di pesantren, dapat mempererat tali silaturrahmi dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. 5 Program-program yang telah dilaksanakan sangat membantu santri dalam mempelajari ilmu Nahwu dan Shorof yang dikemas dalam Kitab Al-Miftah, serta banyak hal positif yang dapat diambil sebagai bekal dan pengalaman yang SiswatiAchmad FauziSodikin SodikinYusuf SuhartoThis study focused on 1 How to plan the Al Miftah Lil Ulum Sidogiri Method in Learning to Read the Book of Santri at Madrasah Diniyah Syaichona Cholil Samarinda, 2 How to Implement the Al Miftah Lil Ulum Sidogiri Method in Learning to Read the Book of Santri at Madrasah Diniyah Syaichona Cholil Samarinda , 3 How to evaluate the Al Miftah Lil Ulum Sidogiri Method in Learning to Read the Book of Santri at Madrasah Diniyah Syaichona Cholil Samarinda. This study used a qualitative approach using the type of case study research. The data were collected by using interview techniques, field observations, and documentation. Furthermore, the data analysis techniques included 1 data reduction, 2 data display, 3 conclusions and verification. The results of this study the Al Miftah Lil Ulum Sidogiri Method in Learning to Read the Santri Book at Madrasah Diniyah Syaichona Cholil Samarinda, was carried out to find out the students' development and improvement in reading the yellow book classic, and to find out what should be improved in the teaching and learning research provides a critical analysis of several methods for learning to read the yellow book Kitab Kuning, as well as research results published in national and international databases of journals and proceedings. Regarding the study results that generate discussions on one or two methods for reading the yellow book. Starting with this, researchers are interested in conducting critical analysis with the aid of unrecorded space and the necessity for more research using a systematic literature review. As a fresh targeted perspective taken by academics on how Islamic educational institutions Islamic boarding schools-non-Islamic boarding schools established the yellow book reading method in the 21st century. In addition, researchers need precise data on the performance of the yellow book reading approach based on 21st-century study findings. This study employs qualitative methods in conjunction with a systematic literature review approach, including collecting online article data from many national and international databases. Scopus, Sciencedirect, Emerald, Crossref, and Google Scholar are other examples. The researchers employed a variety of keywords, including "the yellow book kitab kuning reading technique/ yellow book kitab kuning method", " yellow book kitab kuning", "Islamic boarding school/pesantren", and "how to read the yellow book kitab kuning/how to read the yellow book kitab kuning" with a range of years. 2000-2022. The outcomes of this study indicate that the yellow book reading technique in the twenty-first century is undergoing rapid advances, such as the process of maximizing a mix of ancient and modern ways, such as the Al-miftah lil ulum, Ibtida'I, Tamyiz, and Amtsilati methods. With traditional procedures, such as sorogan, bandongan, mudzakarah, muhafadzah, talaqqi, halaqah and tarqib. Penelitian ini akan menyampaikan analisis kritis dari berbagai metode belajar baca kitab kuning, sebagaimana hasil riset yang sudah terpublikasikan pada data base jurnal/procedding nasional dan internasional. Tentang temuan hasil penelitian yang kecenderungan melakukan pembahasan pada satu atau dua metode baca kitab kuning. Berawal dari sinilah peneliti berminat untuk melakukan analisis kritis dengan dukungan adanya ruang kosong yang belum tertulis dan perlu adanya riset lanjutan menggunakan systematic literature review. Sebagaimana sudut pandang baru terfokus yang diambil peneliti tentang bagaimana trand metode baca kitab kuning yang dikembangkan oleh lembaga pendidikan islam pesantren-non pesantren di abad 21. Selain itu, peneliti ingin mendapatkan data akurat dari keberhasilan metode baca kitab kuning berdasarkan hasil riset di abad 21. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan systematic literature review, yaitu dengan menggumpulkan data artikel publikasi secara online di beberapa databesed nasional dan internasional. Seperti; Scopus, Sciencedirect, Emerald, crossreff dan Google Scholar. Beberapa kata kunci yang dilakukan peneliti adalah “metode baca kitab kuning/ kitab kuning method”, “kitab kuning/ Kitab Kuning”, “tradisi pesantren/ pesantren tradition” dan “cara baca kitab kuning/ how to read the Kitab Kuning” dengan rentang tahun 2000-2022. Temuan riset ini adalah adanya trand metode baca kitab kuning di abad 21 mengalami perkembangan yang cukup pesat seperti proses optimalisasi dari kombinasi metode tradisional dan modern seperti metode Al-miftah lil ulum, Ibtida’I, Tamyiz dan Amtsilati. Dengan metode tradisional, seperti sorogan, bandongan, mudzakarah, muhafadzah, talaqqi, halaqah dan SintaFathor RoziSyaifur RizalUnderstanding the yellow book in pesantren tends to be very difficult and tedious. This is due to the complexity of mastering nahwu and sharraf and the methods used in pesantren are still classical methods. This prompted this research to analyze the Nubdhatul Bayan method as Basic Learning in understanding the yellow book in Islamic boarding schools. This research uses a qualitative approach with the type of case study research in Islamic boarding schools, especially in Ma'had Aly Nurul Jadid through data collection based on in-depth studies on observations, interviews and documentation, while the analysis technique used is data analysis techniques with the air flow model proposed by Miles & Huberman. The results of this study indicate that the application of the Nubdatul Bayan method as basic learning in understanding the yellow book in the tamhid ma'had aly Nurul Jadid class is very effective in facilitating prospective students in mastering the yellow book. The implications of this study make it possible to facilitate and accelerate a prospective mahasantri ma'had aly Nurul Jadid in understanding the yellow Kuning dan Tradisi Akademik Pesantren BekasiAffandi MochtarMochtar, Affandi, Kitab Kuning dan Tradisi Akademik Pesantren Bekasi; Pustaka Isfahan, 2010Perencanaan dan Desain Sistem PembelajaranWina SanjayaSanjaya, Wina. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, Jakarta Kencana Prenada Media Group, 2012Tradisi Dan Kontektualisasi Kitab Kuning di Pesantren Studi Kasus di Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya TasikmalayaSyarifSyarif, "Tradisi Dan Kontektualisasi Kitab Kuning di Pesantren Studi Kasus di Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya Tasikmalaya", Balaia Penelitian Agamaa Jakartaa 2014 PondokPesantren Baitul Hikmah Depok adalah sebuah lembaga pendidikan Islam yang didirikan oleh DR. KH. Muhammad Hamdan Rasyid, MA dan keluarga di atas tanah seluas kurang lebih 5.000 M2 (lima ribu meter persegi) yang terletak di Jl. Curug Taufiq 90 RT.02 RW. 02 Kelurahan Curug - Kecamatan Bojongsari - Kota Depok yang dibeli dan diwakafkan [] DASAR PEMIKIRANPara santri dan santriawati adalah cerminan dan kelompok yang bertakhasus dalam mempelajari ilmu syar’i agar bisa menjadi penyeru bagi kaumnya, yakni masyarakatnya, sebagaimana disinyalir Allah SWT dalam Al-Qur’an“Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi ke medan perang mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan, di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga diri.” QS. At-Taubah 122Pesantren adalah Lembaga Pendidikan Islam yang memiliki peran yang sangat strategis dalam prospek pengembangan indipidu yang berkualitas inletektual, emosional dan spiritual. Allah berfirman“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya siang dan malam terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata, “Ya Tuhan kami, tiadahlah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka.” QS. Ali Imran 190-291Santri adalah manusia yang terbaik dalam ummat Rasulullah SAW, sebagaimana diisyaratkan dalam sebuah hadits“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.”PENGERTIANPesantren adalah Lembaga Pendidikan Islam yang bercirikan adanya Kyai, pondokan dan santri yang mukim. Secara umum pesantren dibagi menjadi dua bagian yaituPesantren tradisional kuno adalah pesantren yang berbasis pada islam tradisional, sehinggal sifat tradisionalnya begitu jelas terbaca pada kultur, sistem, kepemimpinan, nilai, kurikulum dan metode Modern adalah pesantren yang muncul sebagai kritik terhadap pesantren tradisional, dampak pembaharuan di indonesia dan sekaligus upaya responsif terhadap perkembangan melihat dan menelaah kedua model pesantren tersebut, maka Pesantren Darul Hikmah Bekasi adalah bentuk pesantren modern yang memadukan beberapa ciri pesantren tradisional. Beberapa kriteria berikut yang kami padukan dari pesantren modern dan tradisionalMemberi kebebasan kepada para santrinya untuk bermazhab apa saja selama tidak sesat, dengan didasari dalil yang lebih kuat dalam mengambil pelatihan organisasi, managemen dan pengembangan pembaharuan, perubahan, tidak jumud, tidak figuritas dengan kultur pendidikan klasikal, kenaikan kelas, jenjang pendidikan yang jelas dan ijazah pesantren sebagai tuntunan para santri yang ingin mendapat pengakuan formal dari diajarkannya dengan menggunakan pelajaran bahasa asing, selain bahasa ciri pesantren kuno seperti keharusan memakai sarung, peci dalam shalat terutama maghrib, isya dan shubuh, membaca kitab sorogan di depan kyai atau Mencetak generasi yang Faqih dan Qur’aniMISI– Melaksanakan pembelajaran yang islami bagi guru dan santri dengan kurikulum yang terpadu.– Menjadikan santri para penghafal seluruh atau sebagian al-Qur’an.– Mengembangkan potensi para santri/santriawati berdasarkan Emosional, Intelektual, spritual dan Fisikal.– Meningkatkan kemampuan santri/santriawati dalam berbahasa Arab dan dan SasaranPesantren memiliki tujuan yang secara esensial, adalah tujuan pendidikan islam itu sendiri, yaitu mewujudkan manusia yang mampu merealisasikan ubudiyah kepada Allah dalam kehidupan pribadi dan msyarakat serta agar menjadi manusia yang mampu menjalankan fungsi dan oerannya sebagai khalifah di muka pendidikan di pesantren tersebut dapat diperinci dalam sasaran umum dan khusus. Secara umum tujuan pendidikan di pesantren adalahPembentukan kepribadian dai yang handalAdapun tujuan khususnya adalah membentuk santri yang memiliki karakteristik sebagai berikutBersih aqidahnya Salimul aqidahShahih ibadahnya shahihul ibadahKokoh kepribadian/akhlaknya matinul khuluqKuat fisiknya qawiyul jismTajam/terdidik pemikirannya mutsaqqoful fikrEfisien mengatur waktunya haris ala waqtihMampu berusaha dan mandiri qadir alal kasbBermanfaat bagi sesama nafi’ li ghairihProfesional dalam segala urusan munadzomun fi Syu’unihBersungguh-sungguh dalam segala urusan mujahidun Li NafsihiDengan sasaran seperti yang tercantum di atas, diharapkan setelah menyelesaikan tugas belajarnya di pesantren, santri memiliki sifat Tafaqohu fiddin yakni memiliki pemahaman aqidah yang benar yang menyeluruh sehingga mampu menjadi lambang kekuatan dan mampu mereformasi diri dan lingkungannya melalui gerakan dakwah yang terorganisasi menuju kepembaharuan islam yang memiliki target sebagai berikutMembentuk kepemimpinan opini publik yang iklim yang kondusif di dunia islam untuk eksistensi dan sasaran pendidikan pesantren tersebut dapat direalisasikan sesuai dengan orientasi pendidikan di pesantren. Pesantren adalah lembaga strategis bagi kaderisasi SDM. Dengan kata lain merupakan suatu lembaga untuk mewujudkan manusia yang shalih menurut pandangan islam dengan dua bentuk spesialisasi ulama dalam bidang syariat dan ulama dalam bidang ilmu PesantrenKurikulum yang diterapkan di kepesantren-an YAPIDH adalah kurikulum pelajaran-pelajaran ilmu-ilmu syar’i yang mengacu kepada buku-buku salaf yang berbahasa Arab yaitu sebagaimana yang diberlakukan di Pondok Pesantren Darul Hikmah FORMAL1 Fiqih Buku pelajaran formal di Arab Saudi2 Hadits Buku pelajaran formal di Arab Saudi3 Tafsir Buku pelajaran formal di Arab Saudi4 Nahwu an-Nahwul Wadhih5 Shorof amtsilah Tashrifiyyah6 Bahasa Arab al-Arobiiyah lin Nasyiin7 Imla’ dan Khoth8 Ulumul Qur’an9 Siroh Nabawiyyah Fiqih Siroh karya ramadhan al-Buthi10 Tarikh Sahabat dan Khulafa’ Buku terbitan Yapidh11 Ushul Fiqih Buku ushul fiqih karya Utsaimin12 Balaghah al balaghah al wadhihah13 Ulumul Hadits taysir Mushtolah Hadits NON FORMAL1 Safinatun Najah Fiqih2 Taqrib Fiqih3 Kifayatul Akhyar Fiqih4 Fiqih Nisa Fiqih5 Ta’limul Muta’allim6 Minhajul Muslim7 Syarah Arbain NawawiSelaian mata pelajaran yang sifatnya formal, para siswa masih mendapat pelajaran yang sifatnya ekstrakurikuler, seperti Mentoring, Komputer, Kepanduan, Beladiri, Bimbingan Belajar, Khitobah, Nasyid, Drama, kaligrafi dan Lingkup KegiatanSemua pesantren pasti memiliki ruang lingkup kegiatan atau dalam kata lain disebut “kegiatan sehari-hari”. Begitu juga dengan pondok Pesantren Darul Hikmah Bekasi yang memiliki kegiatan yang relatif padat, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagian bawahJadwal kegiatan – Bangun Shalat – Shalat Subuh dan Tahfidz Qur’ – Pemberian Mufrodat atau – Istirahat, Olah Raga, Sarapan dan – Proses KBM di – Shalat Dzuhur dan Makan – Proses KBM di – Shalat Ashar dan – Mandi dan Makan – Shalat Maghrib dan Tahfidz Qur’ – Shalat Isya dan Kajian Kitab – Belajar Mandiri Murajaah – Persiapan – Istirahat Panjang 6. Kondisi Asrama– Asrama di pesantren menggunakan sistem hidup bersama dalam satu ruangan– Menggunakan ranjang bertingkat, untuk dua orang.– Tiap kamar berisi antara 14 sd 20 orang dengan ukuran ruangan 6 x 7 m– Tiap kamar akan dibimbing oleh wali ghurfah7. Pengurus PesantrenMudir Dr. Ahmad Kusyairi Suhail, Pesantren Dan Dakwah Sosial Maftuh Asmuni, Santri Ikhwan Umar Ahzami, Lc. Wali santri Akhwat Dadah Kholidah,

PondokTahfidz dan Ilmu-ilmu al-Qur'an, pendidikan khusus menghafal dan kajian ilmu-ilmu Al Qur'an (4 tahun) kurikulum pesantren. Ma'had Aly Darussalam, pendidikan lanjutan setingkat perguruan tinggi/diploma (2 tahun) khusus kajian fiqhiyah dengan kitab-kitab klasik sebagai rujukan menggunakan kurikulum pesantren.

UmatIslam menjadi aktor utama dalam proses penyelamatan tersebut. Bahkan, untuk merealisasikan usaha tersebut, Al-Makmun membuat sekolah yang khusus melahirkan lulusan lulusan penerjemahan. Selain hal hal di atas, Baitul Hikmah pun berfungsi sebagai tempat untuk berdiskusi dan berdebat. Berbagai cabang ilmu didiskusikan di sana.
. 425 264 88 33 369 341 260 455

pondok pesantren khusus ilmu hikmah